Aku tidak menyuruh kalian menciptakan dunia yang lebih baik, karena kurasa kemajuan bukanlah sesuatu yang harus dicapai. Aku hanya menyuruh kalian hidup di dalamnya. Tidak sekedar bertahan, tidak sekedar mengalaminya, tidak sekedar melewatinya begitu saja, tetapi hidup di dalamnya. Memperhatikannya. Mencoba mengambil maknanya. Hidup dengan nekat. Mengambil peluang. Membuat karya sendiri dan bangga terhadapnya... (Joan Didion - 1975)

Monday, October 24, 2011

Hujan Pertama (Bagian-4)


Sholat magrib berjamaah pun telah selesai, sebagian jamaah ada yang pulang dan sebagian lagi mengambil tempat masing-masing untuk memunajah kepada Sang Khalik. Pandangan ku menyapu bersih shaf demi shaf di depan yang sebagian sudah kosong ditinggalkan jamaah. Ya, aku mencari sosok yang mencari ku, sosok yang akan menyampaikan sebuah kabar penting  yang tak lain adalah sepuh sekaligus Imam  di masjid ini Pak Abdullah yang paling sering di panggil Pak Dulah.

Sesuai dugaan ku, sholat Magrib berjamaah ini memang di imami oleh Pak Dulah, dan biasanya Pak Dulah juga akan sekaligus menjadi imam sholat Isya berjamaah. Aku hanya bisa menatap punggung Pak Dulah yang sudah mundur dari tempat imam ke shaf pertama agak ke kanan sisi masjid. Khusuk ku lihat beliau berdzikir, aah,,, membuat ku jadi malu saja, kenapa juga aku menjadi celingak-celinguk melihat orang, baiknya aku juga ikut berdzikir toh, janji dengan Pak Dulah juga ba’da Isya ujar ku dalam hati sambil tersenyum simpul dan bergeser duduk ke sisi kanan  paling ujung.

Sunday, October 2, 2011

Hujan Pertama (bagian-3)

Ku kendarai kuda besi ku dengan berbagai Tanya di dalam hati, sesekali aku melirik ke amplop putih yang menyembul bagian atas nya dari saku kemeja berwarna biru ku. “hmm,,, hal yang sangat aneh dan diluar akal sehat, siapa kah yang mengamanahkan surat ini kepada sang bapak penjual tape singkong? Teman ku kah? Tapi kenapa sang bapak malah berkata agar aku tidak membuka amplop putih ini? Huaah… mimpi kah ini?”, aku pun mencoba mengerjam-ngerjapkan mata, berharap kalau semua ini adalah mimpi dan aku akan terbangun di atas tempat tidur ku. Tetapi ternyata itu hanya sekedar harapan.

“Ooeeeii!! Mayooo!!!”, aku tersentak mendengar nama ku dipanggil ketika baru saja aku akan melewati gang kecil menuju rumah ku. Segera aku menekan rem si kuda besi dengan kaki kanan ku, dan ku lihat si Akbar berlari-lari kecil menuju kepada ku.