Ku lihat ia terdiam, membeku seperti sebuah gunung es di Benua Antartika. Wajah nya begitu sendu, tatapan dari mata yang seharusnya berbinar indah itu sekarang meredup. "Sesulit itu kah pertanyaan ku?", tanya ku berusaha memecah beku nya sang gunung es. "Entah lah, aku bingung harus menjawab apa?", ujarnya sambil meraih sebotol air mineral dari ransel nya dan untuk sepersekian detik waktu pun berlalu dalam sunyi dan diam.
Aku menghela nafas panjang, terasa hati tertusuk sedih yang mendalam karena sahabat ku yang sekarang duduk di hadapan ku bukanlah satu-satu nya seorang fasilitator yang bingung ketika aku tanyakan satu pertanyaan ini, sebuah pertanyaan sederhana yang jawabannya hanya bersumber di relung hati yang terdalam.
"Tak perlu kamu jawab sekarang, jadikan ini PR untuk mu dan juga untuk ku, yuuk balik beraktifitas!", ajak ku sambil bergegas mengenakan jaket lusuh kesayangan, dan kemudian kami pun berpisah mengendarai kuda besi masing-masing.