Aku tidak menyuruh kalian menciptakan dunia yang lebih baik, karena kurasa kemajuan bukanlah sesuatu yang harus dicapai. Aku hanya menyuruh kalian hidup di dalamnya. Tidak sekedar bertahan, tidak sekedar mengalaminya, tidak sekedar melewatinya begitu saja, tetapi hidup di dalamnya. Memperhatikannya. Mencoba mengambil maknanya. Hidup dengan nekat. Mengambil peluang. Membuat karya sendiri dan bangga terhadapnya... (Joan Didion - 1975)

Wednesday, March 18, 2015

Kala Hujan Sore Itu

Sudah tiga hari ini kota Palembang diguyur hujan deras. Hujan yang menyebabkan sebagian jalan protokol menjadi tergenang sehingga menyebabkan kemacetan yang cukup dahsyat ini menjadi warna betapa tidak berdayanya seorang makhluk atas apa yang menjadi ketetapan sang Pencipta.

“Masih hujan air, belum hujan batu akik!”, jawab seorang teman sambil tertawa sembari memeras jaketnya yang  basah kuyup saat bertandang ke rumah ketika ditanya kenapa tak berteduh dulu. “Katanya kamu ingin cerita, hayo mumpung aku ada di sini? Tapi bagusnya kamu kasi aku yang anget-anget dulu deh”, ujarnya langsung menodongkan kepiawaiannya menjadi tong sampah setiap keluh-kesah ku, aku pun tertawa, sembari masuk ke dapur menyiapkan secangkir kopi hangat untuknya.


“Terus? Apa keputusanmu?”, ujarnya setelah aku menceritakan apa yang mengganjal di hati selama tiga hari ini. “entahlah, aku ikuti saja permainannya, karena aku sudah merasa tak berdaya!”, jawabku miris dan ku lihat mata itu memandang menusuk seperti tak puas dengan jawaban yang ku beri. “Kamu menyerah!”, tanyanya lagi dan langsung ku jawab dengan anggukkan kepala.

“Great! Aku semakin tak mengenali mu sekarang, kamu banyak mengalami perubahan Mi, jangan saja akhirnya kamu bermetamorfosa menjadi kodok!”, ujarnya tertawa kemudian menghirup pelan kopi yang asapnya masih mengepul.  “Enak saja! Kodoknya ya kamu!”, ujar ku sembari tertawa lepas untuk yang pertama setelah tiga hari ini. “Lah iya, metamorfosa mu itu mengkhawatirkan loh, tapi aku Cuma saran tetaplah menjadi diri mu, dengarkan lah hati mu setiap membuat keputusan!”, ujarnya memasang wajah serius. Aku terdiam, kami terdiam, sibuk dengan pemikiran masing-masing sembari memandang hujan yang mulai reda.

1 comment:

Anonymous said...

Mehehehehehe...
Kurang panjaaaaang... :D
Emosinya belum dapattttt.. Kentang, Mbak Amiiiii.. :D