Aku tidak menyuruh kalian menciptakan dunia yang lebih baik, karena kurasa kemajuan bukanlah sesuatu yang harus dicapai. Aku hanya menyuruh kalian hidup di dalamnya. Tidak sekedar bertahan, tidak sekedar mengalaminya, tidak sekedar melewatinya begitu saja, tetapi hidup di dalamnya. Memperhatikannya. Mencoba mengambil maknanya. Hidup dengan nekat. Mengambil peluang. Membuat karya sendiri dan bangga terhadapnya... (Joan Didion - 1975)

Thursday, December 13, 2018

Telepon Pagi Ini

"Sedang ngapain loe?" ujar sahabat yang tumben-tumben pagi ini telepon. "Lagi liatin burung!" jawabku singkat kemudian menyeruput kopi susu yang hampir dingin.

"What? You sure? Are You Ok?" cecarnya lagi dengan pertanyaan tanpa titik koma mirip seperti kereta babaranjang yang melintas. "Yeah sure, it's my brother love birds" jawabku ngikut nge-english, lumayanlah latihan pagi :D

"Hahaha, loe masih saja manusia tak jelas!" ujar nya cekakakan diseberang telepon. Aku cuma cengar-cengir  sendiri dan pasti tak bisa terlihat olehnya.

"Tumben kamu telepon, ada apa? to the point ya? aku sibuk nih," sekarang berganti aku yang bertanya setelah melihat jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh.  "Kangen loe!" ujarnya dengan suara pelan dan singkat.

"Gleg!", tenggorokkan ku tercekat oleh seteguk kopi yang baru saja aku minum. "Kangen berantem!", kata ku terbahak setelah terbebas dari tragedi kopi baru saja.

"Sungguh, gue kangen loe! kapan ya kita bisa kerja bareng lagi!" ujarnya pelan. Sejenak aku terdiam, berusaha masuk kepikiran sahabat yang sekarang bertugas di kota gajah.

"Hei, kamu kenapa? apa yang kamu kangenin dari aku? bukankah di sana banyak teman lain?" tanya ku dengan suara pelan dan bernada serius.

"Disini tak ada orang bodoh kayak loe!", jawabnya cepat.

"halaah! sudah tutup teleponnya!," rajukku, dan terdengar kembali tawa terbahak di seberang telepon.

"Eh, wait, I'am serious , I really miss you!" ujarnya mendadak bernada serius. Aku pun hanya diam.

"Mungkin  kerena programnya beda, tapi sungguh gue kehilangan semangat. Sekarang gue kerja hanya sekedar kerja. Banyak rencana yang dibuat tak terlaksana. Kerja dikejar-kejar waktu tanpa pedoman. Pokoknya membosankan dan menyebalkan!", keluhnya yang lebih terdengar seperti curhat.

"So?" tanya ku singkat, sengaja meminta dia meneruskan percakapan.

"Apa memang harus begini? gue kehilangan roh nya program pemberdayaan! Ini hanya project tak lebih!" ujarnya meradang.

"Hei, kamu seperti seorang pemberdaya yang kehilangan jati diri! ayolah sekarang kamu dengerin aku ya. Mau program apapun itu cuma tema, coba kamu lihat tujuannya? bukankah masih untuk memberdayakan masyarakat?. Memang, akan sangat berbeda dengan beberapa tahun lalu. dan inilah yang disebut transformasi. Diakui, proses transformasi tak ada yang sempurna dan ini yang kadang membuat langkah pemberdayaan sedikit gontai." ujar ku.

"Gue tak paham?" tanyanya lagi

"Gini loh my friend, inget kan kurang lebih 8 tahun lalu.  Ada transformasi sosial yang menjadi tujuan pemberdayaan masyarakat yaitu dari tidak berdaya, kemudian menjadi berdaya, terus menjadi mandiri dan akhirnya bisa madani. Nah, ini yang harus sama-sama kita pahami, posisi masyarakat sekarang berbeda dari 8 tahun lalu. Mungkin sekarang masyarakat sudah diposisi berdaya, mandiri atau bisa jadi sudah madani. Dan perlakuan pendampingan ke mereka akan sangat beda. Cara 8 tahun lalu sudah tak bisa dipakai lagi, jangan terkurung di masa silam,  move on dong!" jelas ku.

"Tapi..." sanggahnya lirih 

"Fasilitator juga harus bertransformasi, masa pelajaran anak TK masih mau diberi ke Mahasiswa, apa kata dunia! Fasilitator harus sudah jadi dosen, bukan guru TK lagi. Dan ini yang sering terlewatkan. Ketika pendamping terus menerus menyuruh masyarakat belajar, eh pendampingnya sendiri lupa belajar sehingga ya beginilah kejadiannya. Terus yang mau disalahkan program? tak bisa dong!" tukas ku cepat.

"Jadi...", ujarnya pelan

"Jadi sekarang kamu harus semangat! luruskan niatmu kalau yang kamu lakukan sekarang semua untuk pemberdayaan masyarakat. Caranya, disesuaikan dengan situasi kondisi masing-masing dampingan. Dan buat masa sekarang akan jadi masa yang akan kamu rindukan seperti saat ini kamu merindukan masa 8 tahun lalu" ujarku lagi.

"iya deh!" ujarnya sembari menghela nafas panjang.

"Sudah sana, kerja...!" kata ku sedikit berteriak, dan yang diteriakin malah tertawa terbahak-bahak.

1 comment:

Kartini R said...

ami, sudah bisa buat novel kayaknya kalo di sambung-sambung curhatannya he heh