Aku tidak menyuruh kalian menciptakan dunia yang lebih baik, karena kurasa kemajuan bukanlah sesuatu yang harus dicapai. Aku hanya menyuruh kalian hidup di dalamnya. Tidak sekedar bertahan, tidak sekedar mengalaminya, tidak sekedar melewatinya begitu saja, tetapi hidup di dalamnya. Memperhatikannya. Mencoba mengambil maknanya. Hidup dengan nekat. Mengambil peluang. Membuat karya sendiri dan bangga terhadapnya... (Joan Didion - 1975)

Saturday, April 10, 2010

Ke-12 : Bagaimana Menjadi Fasilitator Yang Baik?

Sabtu, 10 April 2010
Sumber: http://siswoyo22.wordpress.com/


I. PENDAHULUAN.

Fasilitator adalah mereka yang ditugasi untuk melakukan fasilitasi dalam proses pembelajaran. Sebutan fasilitator biasanya digunakan dalam proses pembelajaran orang dewasa, dan metoda yang dipakai dalam proses ini adalah metoda andragogi. Metoda ini dirancang mengacu pada pendidikan orang dewasa, suatu model pendidikan yang mengutamakan penggalian, pendalaman, pengembangan, pegejawantahan pengalaman dan potensi individu secara optimal.
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam metoda ini yakni mengalami, mengemukakan, mengolah, melakukan simpulan, serta diakhiri dengan aplikasinya. Dalam akronim yang lebih mudah untuk diingat disingkat dengan AKOSA (Alami, Kemukakan, Olah, Simpulkan dan Aplikasikan ).
Dengan kata lain tugas fasilitator dalam sebuah proses pembelajaran orang dewasa hakekatnya mengantarkan peserta didik untuk menemukan sendiri isi atau materi pelajaran yang ditawarkan atau yang disediakan melalui /oleh penemuannya sendiri.
Sudah barang tentu untuk dapat menemukaan substansi materinya, perlu dibimbing atau dirangsang oleh orang lain utamanya fasilitator maupun anggota lain dalam kelompok tersebut. Peserta belajar sendirilah yang menemukan dan mengolahnya.
Kolb menegaskan bahwa belajar hakekatnya merupakan proses membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman. Suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil bila dalam diri individu terbentuk pengetahuan, sikap, ketrampilan atau kebiasaan baru yang secara kualitatip lebih baik dari sebelumnya melalui sebuah proses yang disebut dengan proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang memungkinkan para pembelajar aktif melibatkann diri secara keseluruhan proses baik secara mental maupun secara fisik.
Untuk menawarkan dan menyediakan materi ajar dalam mengantarkan peserta didik agar dapat menemukan substansi materinya, kemampuan fasilitator melakukan komunikasi dan mempresentasikan pemikirannya dalam sebuah proses pembelajaran sangat penting. Tanpa kemampuan komunikasi yang baik, serta kemampuan melakukan peresentasi yang baik, proses transfer ide tidak akan terjadi sehingga niscaya prosess itu akan berhasil.
Di dalam melakukan komunikasi itulah nampaknya juga diperlukan cara atau strategi yang harus digunakan agar tujuan pembelajaran bagi orang dewasa dapat tercapai. Penguasaan strategi belajar mengajar harus dikuasai dengan benar.
Strategi pembelajaran berkaitan dengan teknik-teknik penyajian pelajaran (Roestiyah : 2001 :v), suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan dalam rangka proses pembelajaran. Kesemuanya itu tentunya berangkat dari etika dan moral baik sebagai prasyarat mutlak yang harus dipunyai oleh seorang fasilitator.
Etika dan moral berkaitan sekali dengan aspek sikap dan perilaku. Sikap dan perilaku dapat dilihat dari manifestasi kepemimpinan, disiplin, integritas, kerjasama dengan peserta didik serta prakarsa untuk mengelola kelas dengan baik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai.
Dikaitkan dengan organisasi yang mampu berkembang seiring dengan perkembangan lingkungan yang senantiasa berubah dimana organisasi harus selalu mampu untuk mengembangkan kapasitasnya untuk menciptakan masa depan yang baik, maka tujuan akhir pembelajaran hakekatnya adalah menciptakan organisasi pembelajar (learning organization) yang oleh Peter Senge (1990) didefinisikan sebagai “suatu organisasi dimana orang-orangnya secara terus menerus meningkatkan kapasitas mereka untuk mencapai tujuan yang mereka dambakan, dimana pola pikir baru dipelihara, aspirasi kolektif dibiarkan bebas, dan dimana orang-orang secara terus menerus belajar untuk bagaimana belajar besama-sama”.

Dengan demikian pertanyaan bagaimana menjadi fasilitator yang baik ?.

Nampaknya jawaban yang paling sederhana adalah bahwa ada 2 (dua) variabel determinan yang mempengaruhi yakni :

1.Sikap dan perilaku fasilitator
2.Kemampuan akademik fasilitator.

Sikap dan perilaku berkaitan dengan etika dan moral fasilitator dengan indikator :
a.Disiplin, kepemimpinan;
b.Integritas;
c.Kerjasama dan prakarsa;

Kemampuan akademik berkaitan dengan :
a. Penguasaan substansi mata ajar yang dipilihnya.
b. Mampu berkomunikasi dengan baik, serta dapat mentransfer buah pikirannya kepada orang lain melalui kemampuan melakukan presentasi yang baik.
c. Menguasai strategi pembelajaran yang memungkinkan para pembelajar aktif melibatkan diri dalam keseluruhan proses baik secara mental maupun fisik, yang dikenal sebagai pembelajaran interaktif.

Dan tujuan akhir pembelajaran adalah mampu memberikan motivasi menuju tercapainya organisasi pembelajar ( learning organization).


II. SIKAP PERILAKU DAN KOMPETENSI AKADEMIK

1. SIKAP DAN PERILAKU FASILITATOR

Secara garis besar sikap dan perilaku fasilitator berkaitan dengan disiplin dan kepemimpinan, bagaimana fasilitator mengolah waktu, tanggung jawab, membangun jejaring kerja serta bagaimana memperlakukan peserta didik secara proporsional.
Faktor integritas berkaitan dengan kejujuran, ketegasan dan kepatuhan pada norma dan etika, sedangkan kerjasama dan prakarsa berkaitan sekali dengan bagaimana fasilitator mau menerima pendapat yang berkembang dalam proses belajar mengajar, tidak mendikte atau mendominasi kelas, mampu mengajukan pertanyaan dan memberikan saran secara berimbang, mampu mengendalikan diri sesuai dengan situasi dan lingkungan.
Pemahaman terhadap sikap dan perilaku yang baik akan bermuara pada pencapaian tujuan pembelajaran sebagaimana yang diharapkan dalam proses belajar mengajar orang dewasa.

2. KOMPETENSI AKADEMIK

a. Penguasaan substansi materi ajar.

Sebagaimana telah diuraikan dalam pendahuluan bahwa agar peserta didik dapat menemukan sendiri isi materinya, terlebih dahulu seorang fasilitator berkewajiban untuk menyampaikan/memberikan materi pelajaran, baik dalam pengertian yang lengkap maupun secara garis besar dari content materi yang ada. Untuk dapat menawarkan materi tersebut secara baik tentunya substansi materi ajar harus dikuasai.
Untuk dapat melakukan pengajaran dengan baik sehingga muatan substansinya dapat terarah sesuai dengan tujuannya, maka seorang fasilitator harus mampu membuat skenario pembelajaran agar dapat melakukan penyajian secara sistematis dengan cara menyusun :
1. Garis-Garis Besar Program Pembelajaran (GBPP) yang merupakan uraian-uraian pokok setiap materi ajar dan mengandung komponen-komponen deskripsi singkat, tujuan pembelajaran, pokok bahasan, indikator hasil belajar, metode, media, waktu yang dibutuhkan, serta sumber kepustakaan.
2. Satuan Angka Pelatihan (SAP), merupakan jabaran lebih rinci dari GBPP diatas yang memuat mata pelatihan, deskripsi singkat, tujuan pembelajaran, pokok dan sub pokok bahasan, alokasi waktu, serta strategi penyajian yakni kegiatan yang berisi langkah-langkah penyajian tiap materi, alokasi waktu yang dibutuhkan tiap langkah, serta media yang dipakai.
Dengan menyusun GBPP dan SAP diharapkan fasilitator dapat mengantarkan materi ajar dengan baik dan tidak kehilangan materi ajar karena waktu.


b. KEMAMPUAN MELAKUKAN KOMUNIKASI & PRESENTASI.

b.1. KEMAMPUAN MELAKUKAN KOMUNIKASI

Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai proses penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan dengan menggunakan media dan cara penyampaian informasi yang difahami oleh kedua fihak, serta saling memiliki kesamaan arti lewat transmisi pesan secara simbolik ( Marpaung : 5). Sebagai suatu proses penyampaian informasi, para individu yang terlibat dalam kegiatan komunikasi khususnya komunikator perlu merancang dan menyajikan informasi yang benar dan tepat sesuai setting komunikasi, dan informasi tersebut disajikan dengan mengunakan bahasa yang sesuai dengan situasi komunikasi dan tingkat nalar penerimaan lawan komunikasi.
Dalam tataran awal pembelajaran, komunikasi awal yang dilakukan adalah menghilangkan “barier komunikasi” antar peserta dalam kelompok belajar dengan menciptakan komitmen belajar dalam kelompok. Dengan komitmen belajar ini dapat diciptakan suasana pembelajaran yang lebih kondusif sehingga semua fihak memperoleh manfaat yang optimal dari proses pembelajaran yang berlangsung sehingga tercipta proses pembelajaran yang berkualitas.

Untuk lebih meningkatkan jalinan komunikasi, akan lebih baik lagi apabila fasilitator mengetahui kecenderungan gaya belajar para peserta, sehingga dapat memanage peserta dengan lebih baik.
Berdasarkan buku Kajian Paradigma ada 4 (empat) gaya belajar (Kajian Paradigma 2005:16) yakni :
1. Diverger, dengan gaya belajar ini sangat tepat dalam melihat situasi konkrit dari berbagai sudut pandang. Pendekatan yang dilakukan lebih pada mengamati daripada mengambil langkah tindakan.
2. Assimilator, dengan gaya belajar ini lebih tepat dalam memahami sejumlah besar informasi dan mengartikannya ke dalam bentuk yang konkrit dan logik.
3. Converger, dimana gaya belajar ini lebih tepat menemukan penggunaan-penggunaan praktis atas ide-ide dan teori-teori.
4. Accomodator, yaitu tipe yang mempunyai kemampuan untuk belajar dari pengalaman lainnya.
Dengan memahami gaya belajar peserta, fasilitator akan mengetahui kelemahan dan kekuatan dan kemudian akan mendapatkan manfaat yang besar.

Berkaitan dengan kemampuan melakukan komunikasi, secara umum keberhasilan komunikasi dipandang dari ketercapaian tujuan komunikasi yang dapat dinilai dari :
1. Kepercayaan penerima pesan terhadap komunikator serta ketrampilan komunikator berkomunikasi sesuai tingkat nalar komunikan.
2. Daya tarik pesan dan kesesuaian pesan dengan kebutuhan komunikan.
3. pengalaman yang sama tentang isi pesan antara komunikator dengan komunikan.
4. Kemampuan komunikan menafsirkan pesan, kesadaran, dan perhatian komunikan akan kebutuhannya atas pesan yang diterima.
5. Setting komunikasi yang kondusif (nyaman, menyenangkan dan menantang).
6. Sistem penyampaian pesan berkaitan dengan metoda dan media yang sesuai dengan jenis indera penerima pesan.
Penguasaan komunikasi yang baik antara fasiliator dengan peserta didik yang dilatar belakangi gaya belajar masing-masing akan mengantarkan pada tujuan pembelajaran sebagaimana yang diharapkan.

b. 2. KEMAMPUAN MELAKUKAN PRESENTASI.

Presentasi khususnya presentasi lisan merupakan bagian komunikasi dimana dalam proses komunikasi ini ada inti yang dikomunikasikan (content), ada proses komunikasi (metoda), dan media penyajian ( alat bantu). Presentasi adalah komunikasi antara penyaji (presenter) dengan sekelompok pendengar (audience) dalam situasi teknis, saintifik atau profesional untuk satu tujuan tertentu dengan menggunakan teknik sajian dan media presentasi yang terencana ( Marpaung :13).
Kegagalan utama dalam presentasi biasanya terjadi karena bahan/data sajian kurang lengkap, urutan dan pengorganisasian serta isi penyajian tidak jelas, pemilihan kata, pengucapan dan intonasi bahasa kurang jelas, penjelasan isi yang bertele-tele kurang fokus akibat penyaji tidak meringkas sari presentasi, data tidak tepat dan bahkan sudah out of date, penyaji kurang menguasai teknik presentasi dengan baik karena kurang latihan serta gangguan suara lain pada saat dilakukan presentasi.

Sebaliknya bagaimanakah agar presentasi dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan ?.

Untuk memaksimalkan suatu presentasi penyaji harus mengusahakan agar presentasinya menarik peserta sejak awal, sajikan presentasi secara sistematis dan jelas. Penjelasan yang diberikan diberikan harus sesuai dengan tingkat nalar pendengar, sajikan dengan bukti yang cukup dan berikan contoh yang dapat mendukung argumentasi penyaji, dan tentukan tindak lanjut.

Beberapa tahapan yang dilakukan :

1.Tahapan persiapan.
2.Tahapan penyajian lesan.

Pada tahap persiapan dilakukan analisis pendengar dan situasi penyajian lesan. Analisis pendengar berkaitan dengan siapa dan bagaimana kaitannya dengan pendengar ( kelompok usia, latar belakang pendidikan, jumlah peserta), sedangkan situasi penyajian berkaitan dengan situasi (setting) tempat penyajian yang akan digunakan (setting waktu, alat bantu yang tersedia).

Tahap penyajian lesan berkaitan dengan bagaimana menentukan tujuan presentasi dari aspek kebutuhan pendengar (apakah bidang seni, pengetahuan, politik atau yang lainnya). Berkaitan dengan alokasi waktu prioritaskan mana yang “must know, should know dan nice to know”.

Kembangkan tujuan yang SMART sesuai dengan latar belakang pendengar dan hasil yang ingin dicapai.

Beberapa langkah yang harus dilakukan adalah :

a.Tahap pengumpulan bahan penyajian lesan.
b.Tahap seleksi dan penentuan inti presentasi.
c.Tahap memilih, mengembangkan dan menggunakan alat bantu.
d.Tahap pengembangan pembukaan presentasi.
e.Tahap penutup suatu penyajian lesan.
f.Tahap latihan penyajian “gladi bersih”.
g.Tahap penyajian presentasi lisan.

Pada saat penyajian berlangsung senantiasa pikirkan isi penyajian (content), siapa pendengar anda (audience) dan apa tujuan penyajian anda (purpose).

Gunakan kartu anda, berikan perhatian kepada seluruh audience, sajikanlah presentasi yang hidup, antusias, bersahabat dan sikap yang tulus. Jadilah anda diri sendiri, sesuaikan volume dengan kapasitas ruangan, tukarlah posisi selama penyajian, variasikan antara duduk, berdiri dan bergerak, bicaralah lambat, variasikan kecepatan bicara anda, volume suara dan intonasi, sajikan isi informasi berdasarkan kemampuan peserta.

Awali dengan perkenalan secara singkat, fokuskan pada tema penyajian serta latar belakang judul, sebab saat itulah anda memotivasi pendengar terhadap sajian anda. Sajikan dengan urutan focusing tentang topik yang akan disajikan, Informing tentang isi topik sajian, dan defocusing yakni rangkuman apa yang baru dsajikan.
Gunakan alat bantu yang telah dipersiapkan dan dikuasai penggunaanya, dan akhiri ucapan terima kasih.

Waktu yang disediakan agar dialokasikan:
a. Pembukaan (introduction) sekitar 10 % dari total waktu.
b. Paparan inti penyajian (content of talk) 75 – 85 % dari total waktu.
c. Penutup (closing) 5 % dari total waktu.
d. Tanya jawab dapat pada saat presentasi atau akhir penyajian.

c. PENGUASAAN STRATEGI PEMBELAJARAN.

Roestiyah dalam “Strategi belajar mangajar” menyatakan bahwa salah satu langkah untuk memiliki strategi harus menguasai teknik penyajian, yang biasanya juga disebut sebagai metode mengajar.Teknik penyajian adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh instruktur, atau teknik yang dipergunakan untuk menyajikan bahan pelajaran agar dapat dipahami oleh peserta didik.

Dalam pendidikan orang dewasa dimana pengajar berfungsi sebagai fasilitator / teman belajar (co-learner), proses pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang memungkinkan para pembelajar aktif melibatkan diri dalam keseluruhan proses baik secara mental maupun secara fisik, yang lebih dikenal dengan pembelajaran interaktif.

Model pembelajaran ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.Adanya variasi kegiatan klasikal, kelompok dan perorangan;
2.Keterlibatan mental (pikiran dan perasaan) siswa/ peserta didik tinggi;
3.Dosen/ Instruktur/Tutor berperan sebagai fasilitator, narasumber serta manajer kelas yang demokratis;
4.Menerapkan pola komunikasi banyak arah;
5.Suasana klas yang fleksibel, demokratis, menantang dan tetap terkendali oleh tujuan;
6.Potensial dapat menghasilkan instruksional dan dampak pengiring lebih efektif;
7.Dapat digunakan di dalam dan di luar kelas/ ruangan.


Teknik penyajian atau model penyajian adalah sebagai berikut :
1. Model berbagi informasi yang tujuannya menitik beratkan pada proses komunikasi dan diskusi melalui interaksi argumentatif yang sarat penalaran. Termasuk dalam rumpun ini adalah Model orientasi, model Sidang Umum, model Seminar, model Konferensi kerja, Simposium, model Forum dan model Panel.
2. Model belajar melalui pengalaman yang tujuannya menitik beratkan pada proses pelibatan dalam situasi yang memberi implikasi perubahan perilaku yang sarat nilai dan sikap sosial. Termasuk di dalamnya adalah Model Simulasi, model bermain peran (role playing), model sajian situasi.
3. Model pemecahan masalah yang tujuannya menitik beratkan pada proses pengkajian dan pemecahan masalah melalui interaksi dialogis dalam situasi yang sarat penilaian induktif. Termasuk dalam rumpun ini adalah model Curah pendapat, model Riuh Bicara, model Diskusi Bebas, model Kelompok, model Okupasi, dan model Studi kasus.

Dalam proses pembelajaran ini akan dicontohkan beberapa model yang berkaitan model berbagi informasi, model belajar melalui pengalaman, dan model pemecahan masalah yaitu :
1.Model Seminar.
2.Model Panel.
3.Model Simulasi, Model Bermain Peran
4. Model Curah Pendapat, Model Diskusi Bebas.


1. MODEL SEMINAR.

Seminar adalah kegiatan belajar mengajar yang melibatkan sekelompok orang yang mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang mendalam atau dianggap mendalam tentang sesuatu hal, dan membahas hal tersebut bersama-sama dengan tujuan agar setiap peserta dapat saling belajar dan berbagi pengalaman dengan rekannya.

Dengan demikian maka kata kunci seminar adalah :

a.Sekelompok orang (peserta didik, pakar, pengajar);
b.Memiliki pengatahuan dan pengalaman mendalam (expert)
c.Saling belajar dan berbagi pengalaman.
Dalam proses belajar mengajar penekanan pada “belajar untuk dapat menjadi seorang expert dengan segala sifat dan atributnya”.

l Mengapa model ini dipilih?

Ada beberapa hal yang ditemukan apabila model ini dipilih yaitu berpikir runtut dan logis, dialog secara rasional dan tidak emosional, memiliki keberanian mengemukakan pendapat di depan umum.
Secara teoritik seminar lebih banyak dipengaruhi oleh teori belajar kognitif dimana belajar merupakan proses yang melibatkan perubahan persepsi dan pemahaman tentang sesuatu hal dalam diri peserta didik. Seminar juga banyak dipengaruhi teori humanistik yang sangat mementingkan pengalaman dalam proses penumbuhan pengetahuan dan sikap peserta.
Sebagai proses belajar bersama yang memberikan sajian, peserta bertanya peserta lain mendengarkan, dan pada akhir ada kesimpulan dan bahkan ada rekomendasi sepanjang ada sesuatu yang harus ditindak lanjuti.
Pada saat disampaikan pandangan, ada yang meminta penjelasan dan klarifikasi, ada yang mendengarkan dan menyimak, sebagian menyetujui dan bahkan ada yang berpendapat lain menyangkut pandangan. Seminar hakekatnya adalah teori belajar kognitif.

l Kekuatan dan kelemahan model seminar.

Kekuatan:
1) Membantu pengajar melatihkan pertumbuhan sikap positif dalam diri peserta didik, sekaligus memperkaya pengetahuan mereka disuatu bidang ilmu.
2) Memberikan kesempatan untuk berinteraksi secara kreatif dengan orang lain.

Adapun kelemahan:
1) Model ini hanya dapat dilakukan apabila peserta didik telah mengatahui teori-teori tentang topik seminar.
2) Sulit digunakan dalam kondisi yang tidak kondusif (suasana tidak demokratis, peserta cenderung diam).

l Pengorganisasian dalam seminar :
1) Topik pembicaraan yang diangkat dari tema dan tujuan.
2) Ada penyaji/pembicara, pembahas dan peserta.
3) Moderator yang bertugas sebagai pengatur lalu lintas pembicaraan serta penyimpul kesimpulan.
4) Notulis
5) Narasumber
6) Pembicara tamu (keynote speaker).


l Langkah-langkah:

a. Moderator memperkenalkan topik seminar, pembicara dan menjelaskan aturan main.
b. Pembicara menyajikan makalah.
c. Moderator mengatur dialog dan tanya jawab, peserta bertanya, pembicara menanggapi.
d. Moderator menyimpulkan hasil diskusi.
e. Notulis merangkum hasil.

2. MODEL PANEL.

Diskusi panel merupakan salah satu bentuk diskusi yang melibatkan beberapa pembicara kunci yang disebut panelis. Dengan dipandu oleh Moderator, para panelis mencoba membahas masalah-masalah kontroversial yang potensial mengundang pendapat yang bertentangan.
Pengertian kontroversial adalah masalah yang timbul yang menimbulkan berbagai tanggapan dilihat dari berbagai segmen tertentu. Dengan demikian untuk menyatakan sesuatu sebagi kontroversial harus mempunyai dasar teori tertentu.
Model ini dapat dilakukan dalam bentuk yang rieel maupun simulatip bergantung pada hakikat masalah yang dibahas.

· Mengapa diskusi panel ?

Latar belakang pengetahuan dan lingkungan akan mempengaruhi seseorang dalam melihat suatu permasalahan, sehingga tidak dapat dihindari adanya kontroversi pendapat atau lebih dikenal dengan pendapat yang saling bertentangan.
Kemampuan kontroversial ini perlu dilatihkan dan dibiasakan agar nantinya menjadi dapat warganegara yang toleran terhadap perbedaan pendapat. Hasil ini merupakan esensi dari nilai demokratis yang harus ditumbuh kembangkan dalam masyarakat.

¨ CIRI model Diskusi Panel.

a.Topik berbagai masalah yang kontroversial.
b.Jumlah peserta 20 – 40 orng.
c.Panelis ditunjuk dari peserta dan sebagai pembicara (bisa 2 orang).
d.Ada moderator yang mengatur lalu lintas pembicaraan.
e.Panelis dan moderator dipilih floor.
f.Ada peserta yang ditunjuk sebagai pengamat.

Langkah-langkah.
1) Pada tahap pendahuluan moderator memperkenalkan topik dan panelis serta menjelaskan aturan main.
2) Moderator menyampaikan ilustrasi masalah sesuai topik, meminta pendapat kepada semua panelis dan menggali lebih dalam pendapat panelis terhadap pertanyaan.
3) Moderator mengundang pendapat peserta dan memandu respon dari panelis terhadap semua pertanyaan peserta.
4) Moderator menyimpulkan hasil diskusi dan menutup diskusi.
5) Pengamat memberikan pandangan tentang jalannya diskusi.

3. Model SIMULASI.

Model ini bertujuan untuik melatih peserta untuk mengembangkan berbagai ketrampilan baik intelektual, sosial, motork melaui situasi buatan sehingga bebas resiko.
Simulasi adalah melakukan peragaan, visualisasi, mempraktekkan, sehingga dilihat dari partisipasi sangat tinggi.
Tujuan simualsi untuk mempraktekkan tanpa mendapatkan resiko.
Bentuk simualsi ditentukan oleh tujuan yaitu skills yang diharapkan.

¨ CIRI

1) Peserta 5 – 10 orang
2) Topik ketrampilan.
3) Persiapan dengan menentukan ketrampilan yang akan disimulasikan.
4) Menyusun skenario dan prosedur kegiatan.
5) Menyiapkan alat-alat, membagi kelompok dan menyiapkan lembar kerja.
6) Pada tahap pelaksanaan menjelaskan skenario simulasi.
7) Melakukan kegiatan inti yakni menyajikan model ketrampilan yang akan disimulasikan.
Diakhiri dengan kelompok mendemonstrasikan ketrampilan yang dilatih dan kelompok lain mengamati dan memberikan komentar.



4. Model CURAH PENDAPAT.

Curah pendapat atau brainstorming adalah cara mendapatkan ide yang banyak dari sekelompok orang dalam waktu singkat.
Tujuan mengembangkan daya imajinasi dan juga mengembangkan daya kreativitas berpikir.
Berpikir kreatif adalah cara berpikir dengan menggunakan berbagai alternatif.

Dalam berpikir kreatif dikenal dua model yaitu divergent dan convergent.

Divergent berpikir dengan kegiatan analytical yaitu temuan baru, sedangkan convergent pertanyaanya adalah bagaimana kita melaksanakan.

¨ CIRI.
1) Jumlah peserta tidak terlalu besar, paling besar 15 orang.
2) Setiap peserta bebas mengemukakan gagasan yang muncul di benaknya.
3) Stiap gagasan akan diterima dan diinvetarisasi dan peserta lain tidak boleh memberikan komentar langsung.
4) Semua peserta mendiskusikan dan mengevaluasi gagasan yang sudah diinventarisir.
5) Selanjutnya ditemukan gagasan tertentu yang dianggap baik (feasible).
6) Inventarisasi gagasan dengan [pengelompokan gagasan yang feasible dilakukan, gagasan yang layak diperhatikan dan gagasan yang kontroversial.
7) Waktu 45 – 60 menit.

Dengan strategi pembelajaran yang dikuasai oleh fasilitator sebagaimana tersebut diatas akan memungkinkan para pembelajar aktif melibatkan diri dalam keseluruhan proses baik secara mental maupun fisik.

KESIMPULAN.

Dari berbagai penjelasan diatas dapatlah disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

1.Pengertian fasilitator yang baik hakekatnya sangat ditentukan oleh bagaimana sikap dan perilaku fasilitator yang berkaitan dengan etika dan moral fasilitator dalam melaksanakan proses belajar mengajar dalam sebuah kegiatan diklat.
2.Disamping etika dan moral sebagai landasan dasar yang fundamental, variabel kompetensi akademik merupakan determinan yang lain.
3.Penguasaan substansi materi, kemampuan menyajikan bahan ajar dan gagasan, kemampuan berkomunikasi dengan baik serta penguasaan strategi pembelajaran yakni model-model pembelajaran interaktif sebagai akibat diterapkannya metoda pembelajaran andragogi merupakan indikator dari kompetensi akademik.
4.Dengan penguasaan dua varibel pokok tersebut diatas, maka proses belajar mengajar diharapkan akan dapat menghasilkan organisasi pembelajaran yakni “suatu organisasi dimana orang-orangnya secara terus menerus meningkatkan kapasitas mereka untuk mencapai tujuan yang mereka dambakan, dimana pola pikir baru dipelihara, aspirasi kolektif dibiarkan bebas, dan dimana orang-orang secara terus menerus belajar untuk bagaimana belajar besama-sama”.


PENUTUP.

Demikian paparan singkat dalam menjawab sebuah pertanyaan “bagaimanakah menjadi fasilitator yang baik ?”.

Semoga ada manfaatnya.



kota beribadat, medio maret duaribuenam.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Suparman, Atwi, 1997, Model-model Pembelajaran Interaktif, STIA LAN, Jakarta.
Roestiyah, 2001, Strategi Belajar Mengajar, Rineka Cipta, Jakarta.
Senge, Peter, 2002, Disiplin Kelima, buku pegangan, Interaksara, Batam.
NN, 2006, Kajian Paradigma modul Dklatpim II, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta.
Depdagri, 2001, Himpunan Referensi Penyusunan Modul Pembelajaran, Jakarta.

No comments: