Aku tidak menyuruh kalian menciptakan dunia yang lebih baik, karena kurasa kemajuan bukanlah sesuatu yang harus dicapai. Aku hanya menyuruh kalian hidup di dalamnya. Tidak sekedar bertahan, tidak sekedar mengalaminya, tidak sekedar melewatinya begitu saja, tetapi hidup di dalamnya. Memperhatikannya. Mencoba mengambil maknanya. Hidup dengan nekat. Mengambil peluang. Membuat karya sendiri dan bangga terhadapnya... (Joan Didion - 1975)

Sunday, June 13, 2010

Ke-13 : Si Nita

Minggu, 12 Juni 2010

Ku hentikan motor kesayanganku di taman kota kecil ini, taman kota yang termasuk menjadi pusat aktivitas warga kota kecil ini. Ada yang berkeliling lapangan untuk jogging, ada yang sedang bersenda-gurau bersama sahabat-sahabat, di tengah lapangan tak ketinggalan anak-anak yang bermain sepakbola, maklumlah deman Bola Dunia ternyata melanda juga dikota kecil ini. Kulihat sebuah bangku kosong, dibawah pohon yang lumayan rindang, memang sih agak lumayan jauh dari keramaian, hmm.. tapi posisi inilah yang aku sukai sesuai dengan rasaku saat ini, yang seperti biasa, aku mendatangi taman kota ini biasanya untuk melarikan diri dari suatu masalah, sekedar menenangkan diri dari kerumitan dunia kerja dan hidup.
"Minuman dingin mbak?", tawaran gadis kecil penjual makanan ringan membuyarkan lamunanku. Ku pandangi gadis kecil itu, dari ujung kepala sampai ujung kaki. Pakaian yang lusuh dengan sandal jepit yang kebesaran sekaligus membawa kotak jualannya yang mesti merupakan beban berat untuk anak sekecil dia. "Ada minuman apa saja dik?", tanya ku, ketika ku lihat rautnya yang mulai keheranan karena kelakuan tadi. "Banyak mbak, tinggal pilih saja", ujarnya sambil memberikan senyum manisnya. Hmm... pelayanan penjual yang baik.
Ku pilih minuman pemberi ion tambahan, dan juga sedikit makanan ringan. "berapa semuanya dik?", tanyaku sambil menyodorkan uang pecahan dua puluh ribuan. "Minuman lima ribu, dan keripiknya dua ribu lama ratus, jadi semuanya tujuh ribu lima ratus mbak", ujarnya, sambil menyerahkan uang kembalian kepadaku. Kulihat tangannya sedikit gemetar waktu menyerahkannya, "maaf mbak, kenapa?", tanya gadis kecil itu dengan mimik herannya karena aku belum juga menyambut uang kembaliannya. "Tak ada, terima kasih ya...", ujarku sambil menyambut uang kembalian yang disodorkan, dan kemudian gadis kecil itu berlalu sambil membawa kotak jualanannya dengan sedikit terseok-seok. Setelah puas duduk menyendiri dan matahari sudah mulai kembali ke peraduannya, aku pun mulai beranjak meninggalkan taman ini.
Malam ini, aku berhujan-hujan ria pulang dari pertemuan di desa dampingan, dipersimpangan tadi aku berpisah dengan teman-teman dan melajukan motorku ke daerah pusat makanan, hmm.. maklumlah aku tadi lupa makan siang dan habis magrib tadi langsung berangkat ke desa, dan sekarang cacing-cacing di perut ku rasa sudah pada demo dan berorasi, hehehe. Sampai ke tukang nasi goreng, aku langsung memesan 1 bungkus nasi dan aku berencana untuk makan di kost-an saja lah. Sambil menunggu si mamang menyiapkan nasinya, aku duduk sambil melihat ke sekitar, hmmm... rame juga malam ini, ujarku lirih. Pandanganku terhenti di ujung jalan, di tempat tukang pecel lele. "Bukankah itu, gadis kecil di taman tadi?", tanyaku pada diriku sendiri. Jujur aku tercengang melihat pemandangan ini, sekarang ia mengamen, dengan pakaian yang basah kuyup di hujan lebat ini. Astargfirullah....
"Mbak ini nasinya?", ujar si tukang nasi goreng kembali memecahkan lamunan ku. "Oh iya, maaf pak... ", ujar ku sedikit gelagapan. "Hmmm.. bapak kenal anak yang sedang mengamen itu?", tanyaku sambil menunjuk ke arah warung di ujung jalan. "Oh, itu si Nita, kenapa mbak?", tukang nasi goreng itu balik bertanya. "tidak apa-apa pak, saya cuma heran, tadi siang saya juga bertemu dengannya jualan di taman kota. Apa dia tidak sekolah besok?", jelas ku.
Kulihat si tukang nasi goreng tersenyum, "dia sekolah mbak, karena itulah dia mesti jualan siang dan malam untuk biaya sekolahnya. Dia yatim piatu". Subhanallah, aku tercengang mendengar penjelasan si bapak tukang nasi goreng. "Tapi tenang saja mbak, semua pedagang disini sayang sama si Nita, dia anak baik mbak dan juga pintar. Dia selalu mendapat peringkat pertama", jelasnya.
Setelah berterima kasih pada si bapak, aku kemudian pulang dengan menembus hujan. Diperjalan, aku merenungkan tentang si Nita, hebat! masih kecil sudah giat dan gigih menghadapi kehidupan, sedangkan aku?? Hiks.. jadi malu......

No comments: