Aku tidak menyuruh kalian menciptakan dunia yang lebih baik, karena kurasa kemajuan bukanlah sesuatu yang harus dicapai. Aku hanya menyuruh kalian hidup di dalamnya. Tidak sekedar bertahan, tidak sekedar mengalaminya, tidak sekedar melewatinya begitu saja, tetapi hidup di dalamnya. Memperhatikannya. Mencoba mengambil maknanya. Hidup dengan nekat. Mengambil peluang. Membuat karya sendiri dan bangga terhadapnya... (Joan Didion - 1975)

Monday, October 24, 2011

Hujan Pertama (Bagian-4)


Sholat magrib berjamaah pun telah selesai, sebagian jamaah ada yang pulang dan sebagian lagi mengambil tempat masing-masing untuk memunajah kepada Sang Khalik. Pandangan ku menyapu bersih shaf demi shaf di depan yang sebagian sudah kosong ditinggalkan jamaah. Ya, aku mencari sosok yang mencari ku, sosok yang akan menyampaikan sebuah kabar penting  yang tak lain adalah sepuh sekaligus Imam  di masjid ini Pak Abdullah yang paling sering di panggil Pak Dulah.

Sesuai dugaan ku, sholat Magrib berjamaah ini memang di imami oleh Pak Dulah, dan biasanya Pak Dulah juga akan sekaligus menjadi imam sholat Isya berjamaah. Aku hanya bisa menatap punggung Pak Dulah yang sudah mundur dari tempat imam ke shaf pertama agak ke kanan sisi masjid. Khusuk ku lihat beliau berdzikir, aah,,, membuat ku jadi malu saja, kenapa juga aku menjadi celingak-celinguk melihat orang, baiknya aku juga ikut berdzikir toh, janji dengan Pak Dulah juga ba’da Isya ujar ku dalam hati sambil tersenyum simpul dan bergeser duduk ke sisi kanan  paling ujung.

***
“Maaf nak Mayo, kita bisa bicara sebentar?”, ujar Pak Dulah kepada ku yang merupakan jamaah terakhir yang menyalaminya. “Tentu pak, tadi Ibu dan Akbar bilang ada hal penting yang ingin bapak bicarakan dengan ku, kira-kira apakah itu pak?”, ujar ku langsung dan tak ingin membuang-buang waktu menyampaikan rasa penasaran yang sudah aku pendam dari sore hari. Pak Dulah pun mengambil posisi duduk bersila, aku pun mengikuti dan duduk bersila di depannya.  Keadaan hening beberapa saat, Tak ada satu pun jamaah yang masih ada di masjid selain kami berdua.

“Maaf nak Mayo, bapak sedang mengkhawatirkan mu? Kamu baik-baik saja?”, Tanya Pak Dulah pelan. “Aku baik-baik saja pak, bapak lihat sendiri, tak ada yang perlu dikhawatirkan!”, ujar ku sambil meringis tak mengerti maksud pembicaraan laki-laki tua nan arif di depan ku. “Syukurlah!”, jawabnya singkat  tapi cukup membuat ku berpikir panjang. Keadaan kembali hening untuk beberapa saat, dalam otak ku pun berkecamuk berbagai tanya. “Bapak hanya ingin bertanya ini saja?”, sekali ini aku tak dapat menahan rasa penasaran. “Ya, tapi bapak juga ingin berpesan, jangan tinggalkan Allah bagaimana pun keadaan mu nanti”, jawab Pak Dulah datar. “Baik pak, insyaAllah!”, ujar ku lirih sambil mengusahakan sebuah senyum simpul ke laki-laki tua bergamis putih itu.

***

Sepanjang jalan pulang aku merasa semakin tak percaya dengan kejadian-kejadian yang aku alami sehari ini. Ya kejadian-kejadian aneh dan ditutup rasa kecewa karena hal penting yang akan disampaikan Pak Dulah hanyalah menanyakan kabar ku saja. Hmm.. aku jadi ingat amplop putih betuliskan nama ku yang diberikan Bapak tukang Tape singkong. “Aku harus lihat apa isi nya!”, ujarku ku dalam hati sambil sambil mempercepat langkah kaki.

Setelah sampai di rumah aku bergegas menuju kamar ku, sapaan lembut ibu yang menawarkan makan malam hanya aku balas dengan kata “sebentar”. Ku lihat amplop putih itu tetap ada pada tempatnya, segera aku pun merobek sisi amplop dan mengeluarkan kertas yang juga berwarna putih di dalam nya. Semakin tak sabar, aku pun segera membuka lipatan kertas tersebut dan hanya menemukan satu tulisan kalimat yang berbunyi “UMUR MU HANYA TINGGAL SATU BULAN LAGI!”. (bersambung)

10 comments:

Anonymous said...

cerita kamu memang selalu dihati hehehe apa kabar sob..

Ferdinand said...

Assalamualaikum,

Met Soreeeee sistaaaa.... :) apa kabar nih? maaf sebelumnya karna aku baru bisa mampir lagi, biasa sebentar-sebentar hiatus makanya jarang mampir.... untung aja aku belum ketinggalan sama lanjutan ceritanya pak dullah sama si mayo hihi... :)

Tapi sumpah yg ini bikin merinding sekaligus penasaran, soalnya pertanyaan pak dullah sama isi amplopnya sepertinya berelasi wkwkwk....

yo wes gimana klo komentarku ikut bersambung? hhe....

Happy Blogging :)

Ferdinand said...

Walaikum salam... *kan tadi kamu ngucapin salam duluan tuh jadi aku jawab hhe..

Eh disana lagi hujan juga toh? samaan donk, disini juga lagi hujan deres nih, makanya asik buat ngeblog, cuma sayang aku masih kejebak kerjaan jadi gak bisa ngeblog dikamar sendirian *kaya siapa ya?

nanya, kakaknya guru toh sob??? trus adeknya kapan nyusul nih??? *plak

tapi beneran makasih tuk kata "SAMPAH PEMUDA"-nya soalnya klo dipikir2 ya bener juga... moga kita gak jadi sampah pemuda ya sob... :)

Btw, kok rajinnya BW doank toh? aku tuh nungguin lanjutan cerita yg ini tau.... hho.... *nagih

Yo wes aku tak pamit dulu, udah maghrib disini :)

iffa hoet said...

hahayyyy....Assalamu'alaikum Sist.. :)

Hmmm..enaknya ya sudah hujan, kok ditempatku belum to? baru mendung saja :((

ih, itu ceritanya kok bikin merinding to? pinter banged nh sistaku mengaduk-aduk perasaan pembaca hehehe

okey dech...pamit dulu #peluk-ciumkangenrindu#

Danu Akbar said...

Kunjungan siang nih..
Salam dari saya :)

Danu Akbar

Anonymous said...

Bikin penasaran ae nih ceritanya... moga bisa ngikutin lagi.

ded said...

Ceritanya enak dibaca, terbayangkan suasana selesai shalat, kemudian pembicaraan antara dua orang sementara jamaah sudah pulang, sepi....
Masalahnya penasaran menunggu cerita berikutnya.... :)

uni said...

penasaran bgt?? knp tinggal sebulan??

Ferdinand said...

Ass. sob... :)

biasa aku cuma pengen nengok blogmu ini aja hhe... gimana nih kabarnya? moga baik2 aja ya... abis udah lama kamu gak mosting2 sih hhe... :) ampe hampir lupa aku alur ceritanya, gara2 gak dilanjut-lanjutin sambungannya :)

pokoknya sukses slalu deh untuk semua kerjaanmu disana... :)

Annur Shah said...

hehe.. critanya sambungannya mna?