Aku tidak menyuruh kalian menciptakan dunia yang lebih baik, karena kurasa kemajuan bukanlah sesuatu yang harus dicapai. Aku hanya menyuruh kalian hidup di dalamnya. Tidak sekedar bertahan, tidak sekedar mengalaminya, tidak sekedar melewatinya begitu saja, tetapi hidup di dalamnya. Memperhatikannya. Mencoba mengambil maknanya. Hidup dengan nekat. Mengambil peluang. Membuat karya sendiri dan bangga terhadapnya... (Joan Didion - 1975)

Friday, May 6, 2016

Sosok Berpakaian Nyentrik

يا مقــلـب لقــلــوب ثبــت قــلبـــي عــلى طـا عــتـك
'Yaa Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Ta'atik'
Artinya: “Wahai Dzat yg membolak-balikan hati teguhkanlah hatiku diatas ketaatan kepadamu”
[HR. Muslim (no. 2654)]
 
 
"Memang indah melihat mu bersama buku-buku itu!", sosok berpakaian sedikit nyentrik itu tiba-tiba saja sudah berada disampingku. Aku hanya menghela nafas pelan dengan mengembalikan pandanganku ke sebuah buku yang baru saja aku beli di Gramedia dihari Rabu kemarin.
 
"Kapan pulang?", tanya ku pelan tetapi tetap asik dengan sang buku. "Aku rasa tak ada pentingnya kamu tahu kapan aku pulang?  BBm dan WA ku sama sekali tak pernah dibaca apalagi dibalas", jawabnya sambil menarik buku yang sedang aku baca.
 
Aku terkesima sejenak dengan apa yang dia lakukan. Sesaat pandangan kami beradu. Sosok berpakaian nyentrik yang sempat singgah dihatiku itu sekarang sedikit lebih lusuh. "Ah pastinya ia begitu giat bekerja sampai-sampai tak memperhatikan lagi keadaannya sendiri", ujar ku dalam hati sambil kemudian mengambil buku lainnya dari tumpukkan buku diatas meja yang mengantri untuk ku lahap selama liburan panjang akhir minggu ini.
 
"Aku tak suka kamu cuekin!", ujarnya lantang dan kembali menarik buku yang baru saja aku buka. Sekali lagi aku terkesima memandang raut wajahnya yang sekarang berubah penuh memendam amarah, "terus kamu ingin aku bagaimana?", ucapku tak kalah lantang dan mendongakkan wajah ke arahnya.
 
"Aku masih mencintaimu, ijinkan aku kembali bersamamu!", sekali ini raut wajahnya tiba-tiba menjadi sayu penuh harap. 
 
"Aku tetap tak bisa, buku masa lalu itu telah aku tutup. Hentikan untuk berharap, kita hanya bisa tetap menjadi sahabat saja," ujar ku lirih tapi tegas.
 
"Kamu sudah punya penggantiku sekarang? Iya aku tahu tak sulit untukmu mendapatkan penggantiku, sudah banyak yang mengantri dibelakangku", ujarnya meradang seperti seekor merpati yang tak bisa terbang karena sayapnya terluka.
 
Kembali aku memandang wajah yang sekarang berwarna merah memendam amarah.Tiba-tiba lidahku menjadi keluh tak dapat berkata. Air mata tiba-tiba saja mengalir deras di pipi. Luka lama dihati kembali terkoyak, memandang sosok yang pernah menghujam hati menjadi hancur berkeping-keping.
 
"Jawab aku! kamu sudah punya penggantiku kan?", ujarnya sambil mengoncang-goncangkan tubuhku. Refleks aku menepiskan tangannya, segera belari menuju kamar dan tak lupa menguncinya.

No comments: