Tidak terasa, sudah 3 tahun lebih aku menjadi seorang Fasilitator Pemberdayaan. Mungkin aku bukanlah seorang Fasilitator yang baik, karena aku juga masih dalam tahap belajar, tapi aku berjanji akan berusaha sebaik mungkin memfasilitasi kegiatan di masyarakat khususnya wilayah dampinganku.
Sungguh, dalam jangka 3 tahun ini, sebetulnya hati ku sebagai seorang perempuan merasa miris. Ya, aku miris dengan keadaan perempuan. Setiap aku memflash-back kegiatanku, ternyata yang paling dominan terlibat dalam kegiatan adalah kaum Laki-laki. Padahal, mengingat diskusi bersama pada siklus Refleksi Kemiskinan terdahulu ternyata hasil diskusi; kemiskinan yang paling parah ternyata dihadapi oleh kaum perempuan.
Coba kita lihat keadaan sekarang, berita yang paling hangat di setiap media adalah membumbungnya harga bahan pokok, termasuk harga cabe yang meningkat sampai 100% dari harga semula. So pasti, yang paling merasakan imbasnya adalah kaum perempuan. Kaum laki-laki hanya tahunya memberikan uang belanja seperti biasa, dan kaum perempuan harus putar otak mencari strategi agar tercukupi kebutuhan rumah tangga.
Coba kita lihat juga dari segi pekerjaan. Kerja perempuan sering kali tidak terlihat dan terabaikan. Sebetulnya perempuan tidak pernah menganggur bila kerja domestik rumah tangga di masukkan sebagai pekerjaan. Kerja perempuan baru dianggap "produktif" bila telah menghasilkan dengan berupa nilai uang.
Dimanakah adil jender untuk perempuan? mengapa kebijakkan-kebijakkan pembangunan disetiap bidang belum melihat secara lebih proporsional pada kebutuhan-kebutuhan yang dihadapi kaum perempuan? Memikirkannya, terkadang aku tersenyum-senyum sendiri, aku melihat secara nyata dari kegiatan pendampingan ku. Lihat saja dari penyusunan Dokumen Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM Pronangkis), Dari semua program, hanya sedikit sekali yang menyentuh pada kehidupan kaum perempuan secara langsung.
Sebetulnya posting ku kali ini merupakan bumerang untuk ku sendiri. Kemana aku sebagai seorang fasilitator perempuan? Jujur ku katakan, aku terbentur pada fungsi ku sebagai agen pemberdayaan sekaligus agen proyek plus paradigma yang telah tertanam lama di masyarakat.
Pihak luar (bisa jadi termasuk kita-red) terkadang mempunyai pandangan bahwa masyarakat tidak mampu memecahkan masalah sendiri, apabila diberi bantuan untuk mengelola sendiri selalu habis sia-sia. Masyarakat miskin itu bodoh, malas dan sebagainya. Perempuan tidak perlu terlibat dalam pembangunan, karena persoalan pembangunan adalah persoalan laki-laki. Pandangan-pandangan tadi disebut paradigma, dalam hal pembangunan disebut paradigma pembangunan. Paradigma seseorang akan mempengaruhi keputusan dan pada akhirnya mempengaruhi tindakan seseorang.
Ih, aku jadi gemes!!! Apa yang harus aku lakukan sekarang? Sering kali aku bermimpi dan berpikir instant, kalau masyarakat ini bisa diibaratkan sebuah komputer, caranya mudah sekali, tinggal scan anti virus atau kalau tidak mempan juga instal ulang saja, pasti hilang semua virus! hehehehe
5 comments:
setiap terjadi gejolak harga kebutuhan pokok, memang perempuan atau ibu rumah tangga yang paling pertama terkena imbas. Para ibu yang mesti putar siasat memenuhi kebutuhan keluarga dengan pendapatan yang relatif tetap namun pengeluaran naik karena harga naik.
Ini terkait dengan pola patrilineal, suami tidak tergerak ikut menyiasati bertambahnya pengeluaran keluarga. Taruhlah pada hal kecil dan keseharian, misalnya pola frekuensi belanja rokok yang tetap meski cukai rokok naik sekalipun. :)
Keep spirit in Bengkulu :)
padahal ada kalanya perempuan punya potensi yg lebih besar ketimbang pria ya.
Alhamdulillah anak kos jadjinya nggak terlalu banyak efeknya, tapi kalo bensin naik nah lho beda cerita itu
Yang terpenting keseimbangan hak dan kewajiban antara pria dan wanita. Tidak ada yang salah dalam kedua gender ini, pintar2 kita saja menyiasati keadaan yang ada.
::Selamat pagi::
Sis aku ga isa koment apa2 nih cuman ngasih semangat ajah "do your best", serti ilmu gangsing, semakin cepat kita berputar, pasti ada sesuatu yang terpelanting dari situ.
Post a Comment