Aku tidak menyuruh kalian menciptakan dunia yang lebih baik, karena kurasa kemajuan bukanlah sesuatu yang harus dicapai. Aku hanya menyuruh kalian hidup di dalamnya. Tidak sekedar bertahan, tidak sekedar mengalaminya, tidak sekedar melewatinya begitu saja, tetapi hidup di dalamnya. Memperhatikannya. Mencoba mengambil maknanya. Hidup dengan nekat. Mengambil peluang. Membuat karya sendiri dan bangga terhadapnya... (Joan Didion - 1975)

Sunday, March 13, 2011

Auriga ( Bagian-2 )

8 Rabiulakhir 1432 H
Minggu, 13 Maret 2011

Baca cerita sebelumnya di sini --> Auriga (Bagian-1)


Dada ku menjadi sesak karena keresahan sebuah peristiwa,
namun mungkin saja kesusahan itu akan menjadi kebaikan.
Banyak hari yang diawali dengan kesuntukan,
dan pada akhirnya menjadi keindahan dan ketentraman.
Tak pernah aku merasa sempit karena kesuntukan,
kecuali akan datang sendiri jalan keluar untukku


Angin bertiup sepoi-sepoi menciptakan tarian indah si helai tirai  putih kamar ku. Ku coba menegakkan kepala untuk melihat wajah Mama setelah beberapa waktu kami terduduk dan terperangkap dalam hening. Tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut Mama ketika aku menceritakan maksud ku menjadi pengemudi busway. 

"Ma, maafkan Auri bila hal ini membuat Mama sedih. Auri hanya ingin keluar dari kepenatan rutinitas selama ini, dan Mama harus percaya, pekerjaan menjadi pengemudi busway bukanlah hal yang buruk. Auri yakin Ma, akan ada warna dan pengalaman baru dalam hidup Auri", ujar ku sambil tetap memandang wajah Mama yang membisu. 

Aku tahu, keputusan ku ini telah membuat Mama terguncang dan sedih. Tapi, tetap inilah Mama, tak pernah ia mau memperlihatkan air mata nya, sekalipun ketika Papa yang sangat kami cintai  menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit. Mama memang wanita yang paling tegar, walau pernah suatu hari aku tak sengaja mendengar isak tangis nya di separuh malam dalam sholat. Ya,, Mama ku hanya menangis di hadapan Allah Sang pemilik segalanya.

"Nak, kamu sudah betul-betul mempertimbangkannya?", akhirnya Mama pun berkata setelah sekian lama kami menikmati sang hening. "Insyaallah sudah Ma, dan walau nanti Auri menjadi seorang pengemudi Busway, Auri kan tetap bisa meneruskan menjadi graphic Designer orderan yang bekerja di rumah", ujar ku mencoba meyakinkan. Mama menghela nafas, "Baiklah,, Mama akan selalu mendukung mu selagi kamu tidak melupakan kodrat mu sebagai perempuan", ujar Mama sambil tersenyum simpul. "Owkeey Ma... Insyaallah, Auri akan tetap menjadi seorang wanita tulen yang berprofesi pengemudi Busway!", ujar ku riang sambil memeluk Mama, dan kemudian membisikkan ucapan terima kasih di telinga nya.

***

"Yaelaaahh!! beneran nih coy, kamu mau jadi sopir busway!",  ujar Iyan  si Graphic Designer ke dua yang tiba-tiba sudah duduk di sisi meja kerja ku. "Ya iyalaaah.... kenapa?? kamu mau ikutan??", ujarku sambil mendelikkan mata ke sahabat laki-laki satu-satu nya di kantor ini. Sebetulnya, kalau di lihat dari KTP, ada tiga karyawan di sini yang berjenis kelamin laki-laki. Tapi, karena tingkah dan cara bicara semuanya sudah pada seperti ibu-ibu arisan, maka nya cuma si Iyan ini yang termasuk kategori laki-laki menurut ku.

"Wah,, ga usah yeee....!! hmmm.. akhirnya, aku lah yang menjadi sang juara bertahan!", ujarnya sambil  mengetuk-ngetukkan pensil butut yang konon ia percaya sebagai sumber hoki nya kalau di pakai mendesign  di meja. "Juara bertahan apa? hmm.. kamu senang ya kalau aku hengkang dari kantor ini?", tanya ku sambil memasang tampang merajuk. "Jiaaah!! merajuk ni ye.....", ujarnya setengah berteriak. Aku  terdiam beberapa waktu dan tetap memasang tampang merajuk sambil tak melepaskan pandangan dari monitor.

"Auri, sebetulnya aku sedih kamu akan keluar dari kantor ini...", suara iyan merendah dan sedikit memelas. "terus, apa maksudnya sang juara bertahan tadi?", tanya ku tetap bernada sewot. "Ya.. kenyataannya begitu, aku lah sang juara bertahan!", ujarnya sekali ini dengan mimik wajah gado-gado alias campuran antara sedih dan senang yang sama sekali tak bisa ku baca. "Maksudnya??", sekali ini aku bertanya sambil memandangnya lekat tak berkedip. Lama Iyan terdiam, dan.. "Ya begitu deh,, kan aku bakalan menjadi satu-satu nya seorang laki-laki yang bertahan di kantor ini!! itu namanya Juara bertahan toh??", ujarnya dengan nada tanya dan ekspresi wajah yang siap-siap tertawa. "Gilaa!! kamu pikir selama ini aku laki-laki haah!!", aku pun secara refleks melemparkan pensil ku ke arah Iyan yang tertawa terbahak-bahak dan sudah berlari terlebih dahulu ke ruangan Mrs.Reiko.

Suasana kantor memang menjadi sedikit berubah setelah aku mengutarakan maksud ku untuk resign dikala pertunjukkan fashion show berakhir. Awalnya, Mrs.Reiko menolak surat pengunduran diri ku yang terhitung hari ini tinggal tujuh hari lagi sebelum fashion show. Memang, di kantor ini ada dua orang Graphic Designer, tapi ku akui memang aku dan Iyan memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing dalam membuat vector, secara lah... ternyata memang  ini adalah kodrat Allah akan penciptaanNya, bahwa ternyata hasil graphic seorang laki-laki dan perempuan perbedaannya terlihat jelas. Iyan memang mahir sekali kalau berurusan dengan gambar-gambar yang bertema rada macho dan berhubungan dengan dunia kegelapan (alias nominan warna hitam-red), tapi untuk gambar yang betema kelembutan, sepertinya aura laki-laki nya sangat-sangat menolak tegas.

"Are you serious?", terngiang di telinga ku pertanyaan untuk kedua kali nya Mrs.Reiko yang memang hanya bisa berbahasa Jepang dan Inggris menanyakan kembali hasil keputusanku setelah aku menjelaskan secara detail alasan ku untuk resign dan kesediaan ku untuk tetap membantu membuat vector gambar orderan jika memang dibutuhkan."Yes Mom, I'm serious", ujarku pelan tapi tegas.  Sejenak Mrs. Reiko terdiam, tapi setelah aku mengulang kesediaanku tetap membantu, akhirnya Mrs.Reiko pun menganggukkan kepala nya tanda setuju.

"Woeeii...!! kalau mau ngelamun ke hutan sana!!", suara Iyan membangunkan ku dari lamunan. "Siapa juga yang ngelamun?", ujar ku berdalih sambil mengamati Iyan yang sudah mematikan komputernya dan beres-beres. "Mrs.Reiko mengajak kita ke gedung pertunjukan fashion show, itu kalau kamu mau ikut lihat persiapan sekaligus hasil karya kita yang sudah jadi", ujar Iyan tanpa menoleh kepada ku. "Apa?? karya kita?? karya gue kaleeee!!! wuuuhhh!!", ujarku gaduh. Iyan kembali tertawa renyah menyadari kalau memang fashion show kali ini yang bertema Bidadari  tak ada satu pun yang hasil design nya. "Suka-suka aku!!! karya mu kan karya ku juga,, karya ku ya tetap karya ku!! hahahaha,"  iyan tertawa . "Ayo.. cepat mau ikut ga?? ujar iyan yang mendapati ekspresi ku   nyengir kuda. " Iya, ikut... tunggu aku beres-beres dulu", ujar ku sadar kalau sehabis dari gedung pertunjukkan kami tak akan balik lagi ke kantor."Aku tunggu tiga menit", ujar iyan yang sudah ngeloyor ke arah parkiran mobil Mrs.Reiko. "Owkeey bos!!", jawabku geli.

***

"Kamu di mana? aku ke kantor mu tapi sudah sepi?", suara Dhirga di ujung telepon membawa ku berjalan ke sisi kanan panggung yang dipakai para peragawan dan peragawati berjalan lenggak-lenggok untuk berlatih. "Aku di Gedung Seni sekarang", seperti biasa jawaban ku seadanya. "Tunggu aku, aku langsung ke sana!", ujar Dhirga dan telepon pun di tutup. 

Aku terdiam  sambil mengamati sang peragawan dan peragawati yang berlatih. Hati ku merasa pilu dikala teringat kalau waktu ku bersama Mrs.Reiko Crew ini hanya tinggal seumur jagung. Banyak kenangan indah yang aku alami setelah kurang lebih tiga tahun bergabung, seluruh kejadian dari awal bergabung sampai waktu aku mengirimkan surat lamaran pekerjaan sebagai pengemudi busway ku lewat pos pagi tadi bagaikan slide yang berputar-putar di kepala ku. Banyak yang telah aku dapat di sini, dan ini adalah pengalaman berharga yang terukir di buku kehidupan ku.

"Woeeii bos!! Apa kabar??", suara teriakan Iyan kembali menarik ku dari penyakit melamun yang menghinggapi ku beberapa hari ini. Ku lihat Dhirga menyalami tangan Iyan yang menghampirinya dengan akrab. Mereka bercakap-cakap satu sama lain beberapa waktu, sampai akhirnya Iyan menunjuk ke arah ku, untuk memberitahu posisi ku kepada Dhirga.

Dhirga berdiri di samping ku, beberapa waktu kami terdiam satu sama lain sambil memandang ke arah panggung. "Bagaimana keadaan mu hari ini?", Dhirga membuka percakapan. "Baik", ujar ku singkat sambil tersenyum dengan pandangan tetap ke panggung. "Aku mau bicara, tadi aku sudah bicara dengan Iyan untuk  minta ijin mengajak mu pulang lebih dulu", ujar Dhirga. Aku tersenyum dan mengangguk. Sambil menuju ke pintu keluar, kami melambaikan tangan ke arah Iyan dan Mrs.Reiko Crew yang kemudian dibalas lambaian tangan kembali.

***

"Aku mohon Auri, pertimbangkan lagi keputusan mu", Dhirga kembali membuka percakapan setelah sekian lama kami hanya terdiam di mobil ini. "Aku sudah mempertimbangkannya Ga, dan aku sudah memasukkan surat lamarannya pagi tadi", jawab ku pelan. "Aku tidak sanggup Auri.. aku tidak sanggup!", suara Dhirga sedikit meninggi. "Tidak sanggup apa?", tanya ku tetap datar tanpa mengalihkan pandangan dari jalan di depanku. "Aku tidak sanggup mempunyai pacar seorang sopir busway! pekerjaan itu tidak cocok untuk mu! Ingat Auri... kamu seorang perempuan!!", suara Dhirga naik satu oktaf. "Tapi, tetap tak ada salahnya seorang perempuan menjadi sopir Ga, ini tetap pekerjaan halal", ujar ku  dengan tenang. 

Aku tahu, ini adalah hal yang sulit untuk Dhirga, Seorang Dhirga yang terlahir sebagai seseorang yang mapan dan selalu berperan dalam kemapanan untuk mengendalikan perusahaan dan beratus-ratus karyawannya. Beberapa kali Dhirga meminta ku untuk bekerja di perusahaanya, tapi selalu aku tolak karena aku merasa aku tidak mempunyai kemampuan di bidang itu, aah,, membayangkan pekerjaan yang selalu berurusan dengan angka itu mesti membuat ku pusing, apa lagi kalau aku mesti benar-benar melakukannya. Huaaah....

"Kalau begitu, aku pun telah membuat keputusan Auri", ujar Dhirga, sekali ini nada suaranya merendah. "Keputusan apa?", tanya ku. "Hubungan kita cukup sampai di sini kalau kamu tetap mau menjadi sopir busway. Apa kamu tidak berpikir? apa kata orang-orang kalau aku yang seorang direktur utama mempunyai pacar seorang sopir busway... Auri, aku malah lebih suka, baiknya kamu tidak usah bekerja, dan aku akan mentransfer kan uang seberapa pun yang kamu inginkan,,, Please!! hentikan kekonyolan ini!!", suara Dhirga bagai berteriak ketika kami terhenti di lampu merah.

"Ini bukan hal yang berkenaan uang Ga, tidak semua kebahagiaan bisa dinilai dengan uang", ujar ku tetap pelan. "Owkeey!! malam ini kamu pikirkan keputusan mu itu, besok kamu beri aku jawabannya", ucap Dhirga sambil menginjak gas ketika lampu telah menunjukkan warna hijau. "Aku sudah memikirkan nya Ga, dan aku menerima keputusan mu. Maafkan aku...", ujar ku lirih. Dhirga hanya diam seribu bahasa sepanjang perjalanan, dan sampai aku turun dari mobilnya dikala sampai rumah tetap tak ada satu kata pun yang keluar dari lisan nya. 

bersambung ke Auriga (Bagian-3)

------------------------------
Note! Bersama Posting ini aku juga mengucapkan turut berbelasungkawa atas tragedi gempa dan tsunami di negara bunga sakura,, semoga saudara-saudara di sana diberikan ketabahan dan kekuatan untuk kembali bangkit... amiin.....

17 comments:

Amy said...

masih bersambung toh... cewek jadi supir busway... mmmm

Djangan Pakies said...

Assalamu'alaikum Ning Ami
pokoknya cerbungnya makin asyuik aja nih
....
tuh kan jadi sopir busway.
kayaknya yang luluh justru cowoknyha nih

tiwi said...

asswrwb....sis amiiiii daku dtg mampir sbntr udah malam, insyaAllah bsk dtg lagiii heeheehe, sweet dream....

Yhantee said...

Assalamualaikum kak Amii... :)

waaah cwek jdi sopir bus way ya..... di tunggu kelanjutannya... :)

Arif Bayu Saputra said...

auriga sang sopir bussway....penasaran ini saya mbak.... saya tunggu kelanjutannya.....

han said...

bagus nih ceritanya,
niat bikin novel yaaa
teruskan sampe brasil

han
http://mhprihantoro.blogdetik.com/2011/03/13/keep-jakarta-clean-start-yesterday/

tiwi said...

asswrwb... Auri sang petualang, yah mumpung msh single nikmatin aja semua.., ntar kl dah dah terikat mesti taat sm aturan fitrahi sbg perempuan ya..hehhehe

Srikandi Hati said...

Assalamu'alaikum wr wb,,,,
Mampir bentar jalan-jalan di blognya,,,Lam kenal mba,,,

Yayack Faqih said...

gak matching banget antar sopir busway dengan tampangnya hehehe.. Gak kebayang aja. Oke lah di tunggu cerita selanjutnya!!!

dodi said...

indah sekali :)

Geafry Necolsen said...

hhh.. aku ketinggalan ceritanya, ijin save ya dari awal sampai yang ini, BTW judulnya dikasi part donk mbak.. biar enak ngesave n bacanya kalo lagi offline, thanks

Anonymous said...

waduh ketinggalan aku..xixiix maaf lagi sibuk mbak ceritanya selalu menarik nih

i-one said...

bersambung ya...kapan kelanjutannya ni...salam kenal ya.kalau ada waktu kunjungi blog ane ya..

zan P O P said...

Assalamualaikum sobat ku...

wah ane telat kemari untuk baca cerbung Auriga,sepertinya minggu depan (halah kok minggu depan sih....) lanjutan ceritanya makin seru aja nih,saya sempat senyum juga pas baca tentang karyawan dengan KTP laki2 tapi seperti ibu2 arisan... :D
semoga minggu depan masih ada sedikit unsur humor nya ya sob :)

oh iya maaf ane belum bisa posting karena sejak artikel terakhir ane ga bisa masuk ke dasbor,apa blogger lagi maintenance ya.... :(

Nathan said...

asalamualaikum...
pa kbr? maf, ane br bs bknjung. dunia dah bkin ane bgtu sbuknya mpe lupa ma blog. makasih ut awardx y, ane dah psg tuh... bleh mnta cerpen lgkapnya???

zan P O P said...

berkunjung sambil baca2 cerita lainnya sob...jadi ga sabar nunggu cerita selanjutnya ^^

Ferdinand said...

Ass. Sista... :D

Maaf tlat... untung aku blum ketinggalan bagian ke-2 Horee....

Hem... kerjaan apapun klo dilakukan dengan Ikhlas aku rasa sama baiknya selama itu halal :D lagian klo emank tuh Direktur suka dan sayang sm Auri knp jg dia mesti ng'liat kerjaan supir buswaynya?

untuk bisa mencintai seseorang kita gak butuh syarat apapun kan? hhe...

Semangat n Sukses slalu :P aku tunggu sambungannya hhe..