Aku tidak menyuruh kalian menciptakan dunia yang lebih baik, karena kurasa kemajuan bukanlah sesuatu yang harus dicapai. Aku hanya menyuruh kalian hidup di dalamnya. Tidak sekedar bertahan, tidak sekedar mengalaminya, tidak sekedar melewatinya begitu saja, tetapi hidup di dalamnya. Memperhatikannya. Mencoba mengambil maknanya. Hidup dengan nekat. Mengambil peluang. Membuat karya sendiri dan bangga terhadapnya... (Joan Didion - 1975)

Monday, September 3, 2018

Kok Ngomongnya Serem Banget?


“Ih, kamu kok ngomongnya serem banget?”ujar Tira sembari mengangkat bahunya tanda bergidik ngeri.  “Loh, kok serem sih, aku ngomong kenyataan ini. Tadi kan kamu nanya, apa yang sedang aku pikirkan, sudah aku beri  tahu eh malah sewot”, ujarku tersenyum kecil melihat Tira yang masih melipat muka jadi dua belas tanda kalau dia benar-benar tak suka dengan tema pembicaraan yang dia mulai sendiri.

“Tapi kan, masa mikirnya itu sih. Harapanku tadi, kamu banyak diam begini lagi mikirin soal jodoh mu yang masih lari-lari tak jelas, atau mungkin lagi mikirin gimana caranya dapat uang banyak tapi tetap santai, gituuu!!”, jawabnya masih sewot tapi tak berhenti menyeruput es jeruk di gelas.

Aku semakin tersenyum lebar melihat gelagat sahabatku yang tak sedikit centil tapi cukup perhatian. Aku pun mengaduk pelan segelas es jeruk yang semakin mencair dan belum tersentuh di hadapanku, Tira masih asik ngedumel tak jelas tapi tetap melahap siomay pesanannya.


“Kamu tak makan? Jangan bilang ya kalau kamu sampai tak nafsu makan memikirkan soal mati-mati itu?” Tanya Tira yang membangunkanku  dari lamunan. Aku tertawa terbahak-bahak, sampai beberapa orang di meja sebelah menoleh melihat ke arah kami. 

“ Tapi Tira, aku beneran loh, selama ini kan kita terlena hanya memikirkan tentang bagaimana hidup enak, tapi lupa sama sekali bagaimana cara agar mati enak. Dari pengalaman ku sepeninggalan ayah ibu, aku pun sadar kalau yang aku kejar, yang aku perjuangkan selama ini semuanya hanya semu. Allah maha baik, Dia menunjukkan semua kepadaku kalau hidup di dunia ini hanya sementara. Dunia hanya tempat kita mencari bekal untuk perjalanan yang lebih panjang lagi di alam akherat. Dan pertanyaannya, bekal apa yang sudah kita persiapkan sampai dengan sekarang? Ujarku serius, dan Tira pun terlihat sangat menyimak apa yang aku katakan.

“Tapi kan kamu sendiri yang pernah bilang kalau dunia pemberdayaan itu adalah dunia mu? Sekarang aku lihat kamu malah menjauh dari dunia itu”, Tanya Tira pelan sambil mengaduk es jeruk yang tinggal seperempat gelas.

“Iya dong, sampai sekarang juga masih, siapa bilang aku menjauh? Aku tetap di dunia pemberdayaan tapi, mungkin jalannya sedikit beda dari yang dulu. Memang sih aku akui kalau setelah aku menepi dari program pemberdayaan yang menempaku selama ini, langkah ini lebih berat karena aku harus lebih dahulu bisa memberdayakan diriku sendiri. Memang kalau melihat dari teropong financial, penurunan nominal angkanya sangat drastis, tapi ternyata sekali lagi Allah Maha Baik, Allah mencukupkan ku. Sekarang aku lebih memiliki waktu untuk ku sendiri, Alhamdulillah sekarang aku bisa melakukan hobby kerajinan yang dari dulu tak pernah sempat untuk di lakukan. Dan pastinya yang lebih menggembirakan, sehari aku bisa tak meninggalkan membaca Al Qur’an walau masih terbatah-batah. Sungguh nikmat ini lebih dari pada urusan nominal financial”, lanjutku panjang lebar dan sukses membuat Tira yang biasanya super bawel jadi terdiam.

“Tapi kan sayang kamu cuma seperti ini, kalau kamu punya kesempatan kembali lagi ke dunia pemberdayaan yang dulu kamu masih mau kan?” Tanya Tira dengan mimik serius.

“Hmm... mau apa tidak ya? Kalau pun aku mau, aku sekarang sudah berbeda, aku tak mau lagi seperti dulu dimana waktuku 24 jam ku berikan untuk urusan duniawi. Aku ingin bahagia tak hanya di dunia, aku juga ingin bahagia di akherat nanti. Kitakan tidak tahu, sampai kapan batas umur kita ini?” jawabku sekenanya.

“Iya deh, sini es jeruk mu, sayang kalau tak diminum!”, ujar Tira sambil menarik gelas es jeruk di hadapanku dan secepat kilat memasukkan pipetnya .

“Eh, jangan dong, ini punya ku!”, ujar ku mencoba mencegah tapi Tira sudah terlebih dahulu menghabiskan setengah es jeruk dari gelas yang dia rebut.

“Terlambat, makanya jangan ngomong terus!”, ujarnya terkekeh dan merasa menang. Aku pun jadi ikut tertawa melihat tingkah konyolnya.



No comments: