Aku tidak menyuruh kalian menciptakan dunia yang lebih baik, karena kurasa kemajuan bukanlah sesuatu yang harus dicapai. Aku hanya menyuruh kalian hidup di dalamnya. Tidak sekedar bertahan, tidak sekedar mengalaminya, tidak sekedar melewatinya begitu saja, tetapi hidup di dalamnya. Memperhatikannya. Mencoba mengambil maknanya. Hidup dengan nekat. Mengambil peluang. Membuat karya sendiri dan bangga terhadapnya... (Joan Didion - 1975)

Thursday, April 15, 2010

Ke-15 : Kartu Tanda Kere

Kamis, 15 April 2010

Selamat Pagi Lagi Dunia Mayaaaa!!!! Wuih.. dari semalam aku mau posting tentang sinetron "86" yang aku tonton semalam di Trans TV. Sangat menarik, sampai sampai aku tak mau meninggalkannya sampai selesai... hehehehe.
Sinetron ini mirip dengan film "Academy Police", tapi dibuat lucu-lucu aja... . ceritanya dimulai ada seorang Bapak yang bekerja sebagai pemulung yang bernama pak Gombel. Dia membawa Istrinya ke Dokter, tapi ternyata Dokternya tidak mampu menyebuhkan istrinya, diberilah surat rujukan ke Rumah Sakit.
Dengan cepat pak Gombel langsung membawa istrinya ke rumah sakit. Tapi menurut resepsionis yang jaga semua ruangan kelas ekonomi sudah penuh. Karena sangat sayangnya pak Gombel dengan istrinya ia tetap memaksa sang suster agar dapat merawat istrinya, tapi tetap tidak bisa, dan sangat disayangkan lagi "Kartu Tanda Kere (KTK)" yang menjadi andalanya sudah kadaluarsa. Karena membuat keributan, maka sang suster memanggil satpam rumah sakit untuk mengamankan Pak Gombel yang sangat memaksanya itu. Alhasil, terjadilah kejar-kejaran antara pak gombel dan satpam. Tak sengaja pak gombel lari ke arah Toilet, dan disana ada seorang polisi yang boker... diambilah pistol punya polisi itu, dan Pak Gombel menjadi seorang teroris yang menyandera seorang dokter untuk segera memeriksa istrinya.
Hmmm... semuanya berlanjut seperti yang sudak kita bayangkan bersama, tapi kok aku kepikiran, kasihan sekali Pak Gombel. Karena cinta nya dia dengan sang istri, tak ada jalan lain ia harus menjadi teroris dadakan. Apakah begitu sistem birokrasi di Rumah Sakit, sampai-sampai tidak mengutamakan nyawa seorang pesakitan terlebih dahulu? Hmmm...
Kembali teringat aku kejadian sekitar 6 tahun yang lalu ketika Ak Ican mengalami kecelakaan bermotor. Setelah mendapat kabar, kami langsung menuju ke rumah sakit yang katanya Ak Ican dibawa ke sana. Tapi apa yang kami lihat, Ak Ican hanya di diamkan tanpa perawatan, kenapa demikian? pihak rumah sakit terlebih dahulu menunggu siapa yang akan bertanggung jawab dengan pembiayaan perawatan. Miris sekali hati ku saat itu. akhirnya Ak Ican langsung kami rujuk/pindahkan ke rumah sakit dinas Abah.
Apakah ini gambaran birokrasi rumah sakit di negara kita? Apakah orang miskin tidak mempunyai hak untuk dirawat karena tidak mempunyai uang? OOh... pagi-pagi aku sudah berpikir lagi... hahahahahahaha

No comments: