Aku tidak menyuruh kalian menciptakan dunia yang lebih baik, karena kurasa kemajuan bukanlah sesuatu yang harus dicapai. Aku hanya menyuruh kalian hidup di dalamnya. Tidak sekedar bertahan, tidak sekedar mengalaminya, tidak sekedar melewatinya begitu saja, tetapi hidup di dalamnya. Memperhatikannya. Mencoba mengambil maknanya. Hidup dengan nekat. Mengambil peluang. Membuat karya sendiri dan bangga terhadapnya... (Joan Didion - 1975)

Friday, January 21, 2011

Pujaan Hati

16 Safar 1432 H
Jum'at, 21 Januari 2011

"Nama ku Sari ", ujarnya saat pertama kali memperkenalkan nama. Perawakannya sama sekali jauh dari yang namanya menarik menurutku. Kalau dlihat dari tinggi badan, aku rasa tinggi nya tidak melebihi dari 160 cm, melihat dari pakaian yang sangat sederhana membuatku tersenyum sinis dan sedikit geli. Aku yakin wanita ini  pastilah bukan seorang pekerja (kantoran) dan so  pastinya dia termasuk bukan golongan tipe wanita ku.

Kusambut uluran tangannya dengan sedikit bermalas-malasan. Kalau tidak karena ada Bunda di samping ku, aku yakin untuk menoleh pun rasanya aku malas. "Aku Deka!", ujarku tetap acuh tak acuh, dan tak lama kemudian aku langsung pamit ke kamar, dengan alasan banyak pekerjaan kantor yang menunggu untuk di selesaikan.

Setelah ku kunci pintu kamar dengan rapat, langsung ku rebahkan tubuh penatku di peraduan. Pikiranku melayang ke sosok wajah yang sangat aku rindukan. Sosok yang bagaikan bintang digelapnya malam, sosok yang telah mencuri seluruh perhatianku beberapa bulan ini. 

Kuraih handphone hitam kesayanganku, ku tulis namanya di  daftar kontak. TIARA, nama yang begitu indah menghiasi hari-hari ku. Tiara, nama yang selalu ada dalam doa dan harapku setiap malam, harapan agar cintaku menjadi kenyataan untuk menjadikannya sebagai pelengkap jalan hidupku. "Hai, Pujaan hati apa kabar mu?", pesan singkat tersebut terkirim dari sendbox. Satu menit, satu jam, tiga jam,, pesan balasan tidak juga kunjung datang. "Hmmm.. mungkin dia sudah tidur", pikirku dalam hati dan kemudian tak lama setelah itu akupun turut berlayar ke negeri impian.

"Bagaimana menurutmu, nak?", tanya Bunda ketika sama-sama bertemu di meja makan untuk sarapan. "Apa yang bagaimana Bunda?", tanya ku kembali sambil mencomot roti berlapis selai kacang kesukaanku yang sudah disiapkan Bunda. "Itu loh, tentang Sari, kamu suka kan sama dia?", tanya Bunda. "Biasa saja Bunda", jawab ku sekenanya. "Lah nak, biasa bagaimana? Bunda suka sekali sama dia nak, orangnya ayu, pintar, pokoknya kamu akan bahagia kalau bisa menikah dengannya".

Gleg, roti yang lezat itu serasa tercekik di leherku. "Apa maksud Bunda?", tanya ku meminta penjelasan. Kulihat wajah Bunda tersenyum. "Bunda hanya punya satu permintaan kepada mu nak, untuk yang terakhir, setelah ini Bunda tidak akan meminta apapun kepada mu. Menikahlah dengan Sari".

Permintaan Bunda pagi itu bagaikan halilintar yang menyambar telinga ku. "Sudahlah Bunda, sekarang ini bukan jamannya lagi Siti Nurbaya, biarkan aku memilih sendiri pasangan hidupku", ujarku sembari berkemas menyelesaikan sarapanku dan bergegas untuk segera ke kantor. Ku jalankan sepeda motorku secepatnya, walaupun ku dengar Bunda masih memanggil-manggil nama ku.

Dalam suasana  dongkol, aku melalui jalanan yang macet merayap. Berlalu dari sisi kendaraan-kendaraan beroda empat agar dapat bergerak maju. Hati bagaikan memaki-maki. Siapa sih wanita itu? seenaknya saja mau menjadi istriku. Apa dia tidak ngaca? Orang kantoran seperti ku pastinya akan mencari orang yang sepadan, seperti Tiara! wanita seperti dia yang pantas untuk ku. Bukan orang desa seperti dia.

Rasa ku galau, segala rasa berkecamuk di dalam hati, sampai kendaraanku bersebelahan dengan sebuah mobil hitam. Entah kenapa, aku menoleh ke jendela mobil itu. Dalam kaca transparan, kulihat Tiara. Ya, Tiara,, yang sedang bersenda gurau mesra dengan seorang laki-laki. Masih dalam suasana terkejut, lampu jalan menunjukkan warna hijau, dan akhirnya aku harus menjalankan kembali sepeda motorku.

Hatiku sungguh hancur berkeping-keping, setelah aku meminta penjelasan kepada Tiara. Ternyata, aku selama ini salah menilai kebaikkannya, segala ajakan makan siangku hanya dianggapnya sekedar menemaninya. Dan yang lebih menyakitkan, komitmen iya nya saat aku ajak untuk menjalin hubungan hanya sekedar pelarian dari kekasihnya, karena saat itu mereka bertengkar.

Mengapa kau tak membalas cinta ku, mengapa engkau abaikan rasa ku,

"Maaf pak Deka, anda diminta bu Vina ke ruangannya!". Suara Oppie menyadarkanku dari lamunanku. Tak ada satu pun pekerjaan yang bisa aku selesaikan hari ini. Perasaan kecewa telah menyelimuti hati ku. "Ya, Pie, terima kasih.. saya segera ke sana", ujarku sembari sedikit membetulkan rambut dan dasiku yang kusut se kusut hatiku.

"Silakan duduk!", ujar bu Vina setelah aku memasuki ruangannya. Atasan ku yang seumuran Bunda ini merupakan guru terbaikku selama aku bekerja di perusahaannya. "Langsung saja ya Pak Deka, hari ini saya ada acara mendadak dengan keluarga, dan hal ini sangat penting. Sayangnya, menurut Marni, ternyata saya ada jadwal meeting dengan klien kita yang sangat penting pula untuk keberlangsungan perusahaan kita. Karena menurut saya yang paling mampu untuk menangani meeting penting ini hanya anda, maka saya meminta anda untuk segera ke PTC untuk menghadiri meeting itu".

"Apa yang harus saya siapkan bu?", tanyaku. Aku tak mau kalau nantinya aku malah melakukan kesalahan. "Tak ada yang perlu disiapkan, anda segera saja ke sana. Segala keputusan yang klien kita buat, ikuti saja, karena perusahaan kita sangat butuh donatur dari perusahaannya", ujar bu Vina yang diikuti anggukkan ku. Dan segera aku pamit langsung menuju ke PTC.

Sudah lebih lima belas menit aku menunggu sang klien, tetapi karena kata Bu Vina perusahaan sangat butuh donatur dari klien ini maka, tak ada alasanku sama sekali untuk marah. Sampai, kemudian dimenit ke tiga puluh datanglah seorang wanita anggun menuju ke arahku. Aku yakin, itulah sang klien penting. Melihat dari perawakannya sepertinya aku pernah bertemu dengannya, tapi entah dimana. "Maaf anda telah menunggu lama, perkenalkan.. nama saya Sari!", ujarnya dengan tersenyum, dan aku hanya bisa melongo.

---

Nb. coba-coba buat cerpen lagi.... wkwkwkwkwk, halaaah.. kayak penulis saja lagu ku, tadinya terinspirasi dari lagu Pujaan Hati-Kangen Band, tapi kok malah jadi beda ya.... :D

11 comments:

Unknown said...

pertaman Gax! Hehehe....lagi kasmaran nih!?

zan P O P said...

Keduax ga ya....kalo pun enggak yg penting masih mejeng di pejwan :D



Cieee.....ternyata sobat ku ini punya bakat penulis Cerpen juga...tenyata terinspirasi dari lagu ya,bagus kok sob ceritanya ga lebay.

Happy Blogging Sob

NOOR'S said...

"Don't judge a book by its cover" mungkin itu perumpamaan yg tepat setelah baca cerpenmu Mba. Memang rasanya kurang pantas menilai seseorang hanya dari penampilan fisiknya, penampilan bisa menipu...mungkin itu yang dirasakan Deka. Cerpennya bagus Mba...rupanya punya bakat terpendam, poko'e mantap deh...

Nyayu Amibae said...

>> Sob Ade : Ga kasmaran sob.. cuma terinspirasi dari lagu saja...wkwkwk

>> Sob dari pondok pemberontak : abis.. cuma itu yg bisa aku lakukan sob, buat wejangan blm mampu,,,hehehe

>> Bang Noor : U right Sir!! Don't jugde a book by it's cover!! Semangaat!!! masih kalah tuh sama bang pendi, wkwkwkwkwk

ajenkthree said...

wah bagus ceritanya..
ditunggu cerpen2 selanjutnya.. :D

tiwi said...

asswrwb....assoyy bgt deh!wkwkwk..pst melongo tuh cowok, makanya jgn meremehkan wanita dr pandangan pertama, xixii..kerennn kan kunanti cerpen2 selanjutnya dari blog cerita hujan

TUKANG CoLoNG said...

mungkin ponimu kayak Andika kangen band dulu biar bisa mirip dengan lagunya..:D

Amy said...

Seru juga baca cerpen. Cuman Sari masih mau nerima gak ya...

Nyayu Amibae said...

>> Sis ajenk : hehehe, trims ya... doain aja dpt ide lagi... :)

>> Sob Admin : good News!! btw, ada yg di Palembang ga lokasinya?? wkwkwkwk

>> Sista Tiwi : waalaikumsalam, hmmm... baru belajar sis, mohon bimbinganya.. :)

>> Sob maaf bukan tukang colong : wkwkwkwk.. ntar klo poniku kayak andika, bakalan andikanya yg tergeser.. ga tega aah... :D

>> Sis Ami : hehe, trims.. klo soal sari mau apa ga, kayaknya bisa langsung hubungi saja nopenya sari... :D

>> Pakies : Waalaikumsalam... siip pak.. abis bingung cari ide tuk nulis, hehehe, trims ya... di tunggu juga lanjutan Kang Trimo :)

Batara Emas said...

Wah, bakat ami tambah banyak be, hehehehe ^_^

C3C3P said...

wow kaya yang lagi kasmaran nih,,,ahihihi