Aku tidak menyuruh kalian menciptakan dunia yang lebih baik, karena kurasa kemajuan bukanlah sesuatu yang harus dicapai. Aku hanya menyuruh kalian hidup di dalamnya. Tidak sekedar bertahan, tidak sekedar mengalaminya, tidak sekedar melewatinya begitu saja, tetapi hidup di dalamnya. Memperhatikannya. Mencoba mengambil maknanya. Hidup dengan nekat. Mengambil peluang. Membuat karya sendiri dan bangga terhadapnya... (Joan Didion - 1975)

Monday, December 21, 2015

Seorang Jurnalis Mesti Hidup Merdeka Dalam Mencari Kebenaran

Banyak langkah yang tak lagi pada jalurnya. Visi, Misi di awal perjalanan  sekarang hanya tinggal kenangan yang patut untuk di kecam karena tak mampu diperjuangkan. 

Tak usahlah jauh mencari contoh, yang terdekat saja dikehidupan, misalkan kehidupan seorang jurnalis. Seorang jurnalis yang seharusnya merupakan pejuang dengan senjata penanya sekarang bagaikan kambing ompong dan tak lebih dari sapi perah bagi yang bernama industri jurnalis.  

Seorang Jurnalis semestinya hidup merdeka dalam mencari kebenaran. Menyuarakan hati nurani dari kaum yang tertindas dan teraniaya. Bukan hanya seorang pencari berita dengan mengumpulkan recehan rupiah yang berasal dari artikel yang naik tayang.

Akibatnya, seorang jurnalis yang harusnya sahabat bagi masyarakat, sekarang bagaikan setan gentayangan yang sangat menyeramkan. Berita baik bisa langsung berbalik menjadi buruk asal sesuai dengan pesanan dari yang menginginkan dan yang ber-uang,, "Bad News is a good News sekarang menjadi selogan arogan yang menutup mata hati.  

Sekarang sangat sukar ditemui seorang jurnalis sejati yang mampu berjuang di jalurnya. Menyuarakan jeritan pilu masyarakat, melebarkan sayap kebaikkan dalam goresan pena dengan tujuan mengajak pembacanya agar kembali kepada fitrah yaitu makhluk bermoral dan berhati nurani.

Jurnalis sejati walau sukar tapi pasti ada, meski harus seperti mencari jarum ditumpukkan jerami.

 *hanya catatan sebelum tidur setelah membaca pesan singkat di grup BBM - Jurnalis

Sunday, December 20, 2015

Oke, Deal!!!!

"Oke, Deal!!", ujarnya bersemangat sembari menjabat erat tanganku. Aku tersenyum, memandang wajah tulus yang selalu menemaniku disaat ku membutuhkan "tong sampah" dari semua keluh kesah di hati.

"Hei! kok malah bengong, aku rasa kesepakatan ini bakal selesai sebelum di tandatangi seperti saat sudah-sudah,,", ujar nya dengan merengutkan wajah.

"Aku janji, aku akan berusaha, percayalah!", jawabku mencoba menyakinkan walaupun aku mengakui kalau aku sudah terlalu sering mengingkari janji bila berkenaan tentang yang satu ini.

"Oke, tapi sekali ini aku tak mau rugi! bila kesepakatan kembali tak dijalani, kamu harus mau membelikan smart phone inceran ku selama ini, bagaimana saudariku Nyayu Amibae, deal?", tanyanya kembali dan kembali mengulurkan tangan kanannya. "Yup, Deal!", ujarku menjabat tangannya.

Dari balik jendela aku memandang hujan deras yang menyirami kota Palembang. "Begini kah rasanya?", tanyaku pada diri sendiri bagai ingin menumpahkan beban berat yang singgah di hati. "Harusnya kamu bahagia, tapi kenapa rasa sedih juga mendatangi di bulan Desember ini", ujarku dan hanya aku sendiri yang bisa mendengar.




Saturday, December 12, 2015

Tak Henti Mengucapkan Hamdallah

"Palembang sekarang sedang hujan deras", jelasku tentang keadaan malam ini. "Artinya aku bakal mendengarkan cerita, ayoo aku sudah siap?", ujarnya dengan nada bersemangat dari ujung telepon.

"Aku tak tahu harus bercerita apa dan mulai dari mana, hampir 4 tahun disetiap bulan Desember  aku selalu merasa was-was, hal buruk apa lagi yang akan terjadi", ujarku menghela nafas panjang.

"Setiap tahun aku harus mengumpulkan keping-keping hati yang berserak, tapi tahun ini dia mengubah segalanya. Dia mampu membuatku tenang dengan cara dan perlakuannya yang sederhana tapi sangat menyentuh hati", jelasku dengan tak henti mengucapkan hamdallah dalam kalbu.

Wednesday, December 9, 2015

Memandang Cermin Dalam Gelap

Memandang cermin dalam gelap
Tak ada bayang yang berhadap
Hanya pikir yang bermain dalam pekat
Di hati kelam tak bersekat
Ah,
Kenapa dengan bulan Desember?

Thursday, December 3, 2015

Kapal Ini Sudah Terlalu Banyak Nahkoda!

"Aku melihat kapal ini sudah terlalu banyak nahkoda!", ujarku dengan melempar pandangan ke laut biru sembari menelisik terumbu karang yang berkali-kali tertampar ombak kecil. "walau semuanya adalah nahkoda handal, tapi sebuah kapal hanya butuh komando dari seorang nahkoda! ya,, seorang nahkoda, bukan dua, bukan tiga atau sepuluh!", ujarku meneruskan.

Dia hanya diam berdiri disampingku, mengikuti kemana arah pandanganku dengan rambut sebahunya yang berkibar dipermainkan sang bayu.

"Ayolah, jawab aku! akankah sebuah kapal dikomandoi oleh banyak nahkoda? Bagaimana jadinya kapal itu? Akankah ia kuat bila dihantam serangan badai?", kali ini aku berteriak menumpahkan segala yang selama ini rapi tersembunyi di relung hati.

Dia tak bergeming, diam dalam riak dengan wajah tetap tenang.

"Kalau semua menjadi nahkoda, lalu siapa yang akan menjadi mualimnya? siapa yang akan menjadi ratingnya? siapa yang akan berperan sebagai operator radio? Akankah ada nahkoda bila tak ada yang menjadi anak buah kapal? ayoo jawab aku!", aku berteriak dengan nada mengiba memandang ke arah Dia yang tetap tenang memandang gelombang.

 *Hanya sebuah catatan kala gagal paham tentang sebuah tanya tanpa jawab