Baca cerita sebelumnya di sini
---
Hujan deras sekarang telah berganti menjadi gerimis, dan aku
sama sekali tidak melihat cela waktu untuk mengajak sang bapak bercerita sebab
tangis nya, akhirnya aku memutus kan
untuk langsung pulang ke rumah. Aku pun berdiri dari bangku panjang, menoleh ke
sang bapak yang masih saja menangis, “Pak, aku jalan duluan ya!”, ujar ku pelan
tapi berharap sang bapak mendengar suara ku. Tak ada geming yang kulihat dari
sang bapak, Akhirnya karena tak terlalu mau ambil pusing, maka segera aku
langkahkan kaki ku keluar dari warung kosong tersebut.
“Nak tunggu!!”, ku dengar sang bapak berteriak memanggil ku
setelah aku mendekat ke kuda besi ku yang basah. Aku segera menghentikan
langkah dan membalikkan pandangan ke arah suara yang memanggil. Bergegas sekali
sang bapak menuju ke arah ku sambil menggenggam secarik kertas berwarna putih.
“Nak, sebetulnya bapak tidak mau memberikan surat ini kepada mu,
tetapi bapak harus menjaga amanah seseorang!”, ujar sang bapak sambil
menyodorkan kertas berwarna putih yang ternyata sebuah amplop. “Amanah siapa
pak?”, Tanya ku sambil mengernyitkan dahi tak mengerti. Sang Bapak menggeleng kan kepala, “Sebelum Bapak kehujanan dan sampai ke sini,
ada seseorang yang meminta bapak untuk memberikan surat ini kepada seorang pemuda memakai baju
warna biru yang akan bapak temui dikala berteduh kehujanan.