Ku lihat ia terdiam, membeku seperti sebuah gunung es di Benua Antartika. Wajah nya begitu sendu, tatapan dari mata yang seharusnya berbinar indah itu sekarang meredup. "Sesulit itu kah pertanyaan ku?", tanya ku berusaha memecah beku nya sang gunung es. "Entah lah, aku bingung harus menjawab apa?", ujarnya sambil meraih sebotol air mineral dari ransel nya dan untuk sepersekian detik waktu pun berlalu dalam sunyi dan diam.
Aku menghela nafas panjang, terasa hati tertusuk sedih yang mendalam karena sahabat ku yang sekarang duduk di hadapan ku bukanlah satu-satu nya seorang fasilitator yang bingung ketika aku tanyakan satu pertanyaan ini, sebuah pertanyaan sederhana yang jawabannya hanya bersumber di relung hati yang terdalam.
"Tak perlu kamu jawab sekarang, jadikan ini PR untuk mu dan juga untuk ku, yuuk balik beraktifitas!", ajak ku sambil bergegas mengenakan jaket lusuh kesayangan, dan kemudian kami pun berpisah mengendarai kuda besi masing-masing.
Hmm... menjadi seorang fasilitator memang mempunyai banyak sekali dilematik, kejadian dilapang terkadang tak semudah seperti yang tertulis di modul, Setiap wajah yang ditemui di desa dampingan memiliki karakter yang berbeda-beda, terkadang membuat senyum tapi juga sering kali menyisakan cerita sedih dan akhirnya melahirkan rasa yang membuat semangat nge-drop ke titik minus.
Rasa jenuh, putus asa dan lelah kala berusaha memperjuangkan misi utama "Pemberdayaan Masyarakat" yang semakin bias terkikis waktu sering kali membuat fasilitator menjadi seperti sebuah layang-layang yang terbang terlalu tinggi hingga tali nya pun tak tampak apakah masih ada atau malah telah menjadi sebuah layangan putus. Citra diri seorang fasilitator yang merupakan agen pemberdayaan sekaligus agen project pun menjadi semakin kabur, apakah masih seimbang atau malah telah terkalahkan oleh tuntutan project?
Mengeluh, menjadi senjata fasilitator untuk mengungkapkan apa yang terasa di benaknya, tak ada yang salah dengan mengeluh, tapi apakah dengan mengeluh dilematik dan permasalahan di lapang akan terjawab? aku rasa jawabnya tidak.
Hal ini lah yang dialami sahabat yang baru saja kutemui, yang puas mengungkapkan keluh nya, yang puas mencaci-maki ketika membahas tentang citra diri seorang fasilitator dan yang bingung kala aku bertanya "Apakah kamu bahagia menjadi seorang fasilitator?"
3 comments:
Apakah kamu bahagia menjadi seorang fasilitator?
Pertanyaannya sebenarnya sederhana tetapi mengapa sesulit itu menjawabnya?
artikel yang sangat bagus nie gan ,,,,,,
tapi saya hanya bisa menyimak aja,,,,,,,
mbak ni sbenernya kerja apaan sih ??
Post a Comment