Aku tidak menyuruh kalian menciptakan dunia yang lebih baik, karena kurasa kemajuan bukanlah sesuatu yang harus dicapai. Aku hanya menyuruh kalian hidup di dalamnya. Tidak sekedar bertahan, tidak sekedar mengalaminya, tidak sekedar melewatinya begitu saja, tetapi hidup di dalamnya. Memperhatikannya. Mencoba mengambil maknanya. Hidup dengan nekat. Mengambil peluang. Membuat karya sendiri dan bangga terhadapnya... (Joan Didion - 1975)
Showing posts with label Cerita Bersambung. Show all posts
Showing posts with label Cerita Bersambung. Show all posts

Thursday, December 22, 2011

Hujan Pertama (Bagian-5)


Sejenak aku tertegun memandang tulisan di kertas putih yang tergengam di tangan ku, mencoba memejamkan mata  dan mengingat-ingat hari apakah ini gerangan? Ulang tahun ku? aku rasa tidak karena ulang tahun ku sudah lewat bulan Desember tadi. April Mop? aku rasa juga tidak, karena sekarang baru bulan Maret, terus.. siapa kah yang membuat lelucon yang sungguh aneh ini?

"Aaah,!! untuk apa juga aku pikirkan", ujar ku dalam hati sambil meletakkan kembali surat tersebut ke dalam amplop putih dan bergegas menuju ruang makan karena sepertinya semua cacing di dalam perut ku berorasi menuntut hak nya.

"Kenapa makan mu tidak semangat begitu nak? Ada yang salah dengan sayur lodeh nya?", tanya ibu membuyarkan lamunan ku. "Oh.. maaf bu,,, sayur lodehnya enak sekali!", ujar ku merasa berdosa membuat ibu khawatir. "Kalau begitu, lanjutkan makannya ya, ibu mau mencatat dulu rincian pengeluaran dan pemasukkan penjualan kue hari ini", ujar ibu sambil mengelus lembut kepala ku.

Monday, October 24, 2011

Hujan Pertama (Bagian-4)


Sholat magrib berjamaah pun telah selesai, sebagian jamaah ada yang pulang dan sebagian lagi mengambil tempat masing-masing untuk memunajah kepada Sang Khalik. Pandangan ku menyapu bersih shaf demi shaf di depan yang sebagian sudah kosong ditinggalkan jamaah. Ya, aku mencari sosok yang mencari ku, sosok yang akan menyampaikan sebuah kabar penting  yang tak lain adalah sepuh sekaligus Imam  di masjid ini Pak Abdullah yang paling sering di panggil Pak Dulah.

Sesuai dugaan ku, sholat Magrib berjamaah ini memang di imami oleh Pak Dulah, dan biasanya Pak Dulah juga akan sekaligus menjadi imam sholat Isya berjamaah. Aku hanya bisa menatap punggung Pak Dulah yang sudah mundur dari tempat imam ke shaf pertama agak ke kanan sisi masjid. Khusuk ku lihat beliau berdzikir, aah,,, membuat ku jadi malu saja, kenapa juga aku menjadi celingak-celinguk melihat orang, baiknya aku juga ikut berdzikir toh, janji dengan Pak Dulah juga ba’da Isya ujar ku dalam hati sambil tersenyum simpul dan bergeser duduk ke sisi kanan  paling ujung.

Sunday, October 2, 2011

Hujan Pertama (bagian-3)

Ku kendarai kuda besi ku dengan berbagai Tanya di dalam hati, sesekali aku melirik ke amplop putih yang menyembul bagian atas nya dari saku kemeja berwarna biru ku. “hmm,,, hal yang sangat aneh dan diluar akal sehat, siapa kah yang mengamanahkan surat ini kepada sang bapak penjual tape singkong? Teman ku kah? Tapi kenapa sang bapak malah berkata agar aku tidak membuka amplop putih ini? Huaah… mimpi kah ini?”, aku pun mencoba mengerjam-ngerjapkan mata, berharap kalau semua ini adalah mimpi dan aku akan terbangun di atas tempat tidur ku. Tetapi ternyata itu hanya sekedar harapan.

“Ooeeeii!! Mayooo!!!”, aku tersentak mendengar nama ku dipanggil ketika baru saja aku akan melewati gang kecil menuju rumah ku. Segera aku menekan rem si kuda besi dengan kaki kanan ku, dan ku lihat si Akbar berlari-lari kecil menuju kepada ku.

Monday, September 19, 2011

Hujan Pertama (Bagian-2)

Baca cerita sebelumnya di sini
---

Hujan deras sekarang telah berganti menjadi gerimis, dan aku sama sekali tidak melihat cela waktu untuk mengajak sang bapak bercerita sebab tangis nya, akhirnya aku memutus kan untuk langsung pulang ke rumah. Aku pun berdiri dari bangku panjang, menoleh ke sang bapak yang masih saja menangis, “Pak, aku jalan duluan ya!”, ujar ku pelan tapi berharap sang bapak mendengar suara ku. Tak ada geming yang kulihat dari sang bapak, Akhirnya karena tak terlalu mau ambil pusing, maka segera aku langkahkan kaki ku keluar dari warung kosong tersebut.

“Nak tunggu!!”, ku dengar sang bapak berteriak memanggil ku setelah aku mendekat ke kuda besi ku yang basah. Aku segera menghentikan langkah dan membalikkan pandangan ke arah suara yang memanggil. Bergegas sekali sang bapak menuju ke arah ku sambil menggenggam secarik kertas berwarna putih.

“Nak, sebetulnya bapak tidak mau memberikan surat ini kepada mu, tetapi bapak harus menjaga amanah seseorang!”, ujar sang bapak sambil menyodorkan kertas berwarna putih yang ternyata sebuah amplop. “Amanah siapa pak?”, Tanya ku sambil mengernyitkan dahi tak mengerti. Sang Bapak menggeleng kan kepala, “Sebelum Bapak kehujanan dan sampai ke sini, ada seseorang yang meminta bapak untuk memberikan surat ini kepada seorang pemuda memakai baju warna biru yang akan bapak temui dikala berteduh kehujanan.

Sunday, September 18, 2011

Hujan Pertama (Bagian-1)

Ku pandangi hujan deras yang tiba-tiba jatuh membasahi tanah tandus sore ini, hujan pertama setelah kurang lebih dua bulan Kota Nenas ini tidak di sentuh sang hujan. Dulu aku pernah dan sampai terpikir, apakah Dia sudah marah kepada umatNya yang sering tidak bersyukur ini? Aah..  pikiran asal yang keluar dari otak ku itu segera aku buang jauh-jauh, karena aku yakin, Dia tidak akan memberikan cobaan melebihi kemampuan umatNya, bukankah Dia mempunyai sifat Ar-rohman dan Ar-rohim?

Sesekali angin bertiup sepoi-sepoi membawa titik-titik halus sang hujan bersamanya. Tubuh ku bergetar dingin, ada sedikit sesal dihati kenapa hari ini aku dengan sengaja meninggalkan mantel hujan dan jaket yang biasanya selalu aku bawa dan aku pakai. Ya, aku sangat menyesal sudah berpikir sesuatu mendahului Dia, sungguh aku sangat menyesal telah berpikir kalau Dia tidak akan menurunkan hujan, Aku telah bersuudzon kepada Dia, Ooh Robb!! Ampuni aku! Teriakku hanya terdengar di relung hati.

Sunday, March 20, 2011

Auriga ( Bagian-4 Habis )

15 Rabiulakhir 1432 H
Minggu, 20 Maret 2011

Baca cerita sebelumnya di sini : Auriga (Bagian-3)

-----------------------

"Apa yang kamu pikirkan Nak?", ujar Mama yang tiba-tiba sudah ada di samping Auri Ada perasaan galau di hati Auri tentang pekerjaan baru nya ini. "Besok pagi pengumuman hasil testing Ma", jawab Auri pelan sambil menggerak-gerakkan kedua kaki nya yang terendam di kolam ikan kecil belakang rumah. "Insyaallah, kalau pekerjaan itu memang baik untuk mu menurut Allah, Mama yakin, kamu akan lulus". Auri tersenyum dan merasakan setetes kesejukkan di kalbu nya.

"Insyaallah Ma, tapi... ada yang mengganjal di hati Auri sekarang Ma, hmm... menurut Mama, menjadi pengemudi busway apakah bentuk menyalahi kodrat sebagai seorang perempuan?", akhirnya Auri mampu mencurahkan ke galauannya. "Tidak ada sedikit pun niat Auri untuk melakukan seperti yang orang sebut emansipasi Ma, Semua terjadi hanya karena Auri merasa kalau proses kehidupan Auri sudah terlalu monoton, tak ada hal lebih yang Auri rasakan ketika Auri pergi pagi ke kantor dan pulang di sore hari. Auri ingin melakukan hal lebih Ma, bukankan kita akan menjadi seorang yang merugi bila kita tidak melakukan hal yang lebih baik setiap harinya?", ujar Auri.

Friday, March 18, 2011

Auriga ( Bagian-3 )

13 Rabiulakhir 1432 H
Jum'at, 18 Maret 2011

 Baca cerita sebelumnya di sini : Auriga (Bagian-2)

---------------------------

"Alhamdulillah, akhirnya acara Fashion Show Mrs.Reiko berjalan dengan lancar dan sukses", gumam Auri sambil merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Diliriknya jam dinding berwarna hijau dan berbentuk keropi yang menunjukkan kalau sekarang sudah pukul 00.12 wib.  Sebetulnya acara tadi berakhir pukul 22.30 wib, tapi karena Mrs.Reiko memberinya acara kejutan perpisahan, maka Auri pun harus rela tetap dibecandain sampai malam oleh teman-teman, dan yang paling mengharukan Iyan terlihat meneteskan air mata saat mengucapkan perpisahan.

"Ayo Auri! kamu harus tidur sekarang! besok adalah awal hari baru mu!", ujar Auri pada diri nya sendiri, karena mulai besok dan dua puluh hari selanjutnya ia harus mengikuti proses perekrutan sebagai pengemudi busway. Auri tersenyum sambil memejamkan mata, dan dalam lelap ia pun merasa berada di antara gugusan bintang dengan cahaya capella yang menawan.

Sunday, March 13, 2011

Auriga ( Bagian-2 )

8 Rabiulakhir 1432 H
Minggu, 13 Maret 2011

Baca cerita sebelumnya di sini --> Auriga (Bagian-1)


Dada ku menjadi sesak karena keresahan sebuah peristiwa,
namun mungkin saja kesusahan itu akan menjadi kebaikan.
Banyak hari yang diawali dengan kesuntukan,
dan pada akhirnya menjadi keindahan dan ketentraman.
Tak pernah aku merasa sempit karena kesuntukan,
kecuali akan datang sendiri jalan keluar untukku


Angin bertiup sepoi-sepoi menciptakan tarian indah si helai tirai  putih kamar ku. Ku coba menegakkan kepala untuk melihat wajah Mama setelah beberapa waktu kami terduduk dan terperangkap dalam hening. Tak ada satu pun kata yang keluar dari mulut Mama ketika aku menceritakan maksud ku menjadi pengemudi busway. 

"Ma, maafkan Auri bila hal ini membuat Mama sedih. Auri hanya ingin keluar dari kepenatan rutinitas selama ini, dan Mama harus percaya, pekerjaan menjadi pengemudi busway bukanlah hal yang buruk. Auri yakin Ma, akan ada warna dan pengalaman baru dalam hidup Auri", ujar ku sambil tetap memandang wajah Mama yang membisu. 

Friday, March 11, 2011

Auriga ( Bagian-1 )

6 Rabiulakhir 1432 H
Jum'at, 11 Maret 2011

"Huh....", aku menghembuskan nafas ketika  menghempaskan tubuh letih ini di bangku taman. Sekilas ku lirik jam tangan  yang menunjukkan kalau sekarang sudah pukul sembilan lewat lima belas malam. Hmm.. kucoba menikmati indahnya cahaya lampu taman yang berwarna kuning membuat siluet bayangan dari pepohonan.

Aku sadar, kalau sekarang sudah terlalu malam untuk ku berada seorang diri di taman ini. Tapi, aku tidak terlalu merasa cemas, karena masih banyak kaum pemuda dan pemudi yang duduk kongkrow dan bercanda di pelataran gedung pertemuan yang berjarak kurang lebih enam meter di depan ku. "hmm... sepertinya acara kontes band gratis di dalam gedung masih berlangsung", gumam ku tanpa sedikit pun merasa tertarik untuk melangkahkan kaki ke gedung tersebut.

Saturday, February 26, 2011

Oase Kalbu (bagian -2 Habis)

22 Rabiulawal 1432 H
Sabtu, 26 Februari 2011


Tetesan embun menjuntai bagaikan berlian di tepi dedaunan
Terpantul lah indahnya mozaik  berwarna pelangi
Seluruh alam semesta bertasbih kepada-Nya
Dan dikala Allah membuka tabir dari kehidupan
Tak ada yang bisa untuk menolak
Karena semua harus menerima apa yang telah tertulis oleh-Nya


"Maaf nak, kalau bapak boleh tahu, nama anak siapa ya?", Sang Bapak membuka pecakapan tanpa menghentikan langkahnya. Aku tertawa pelan, setelah sejauh ini perjalanan ternyata kami masih saling belum tahu nama. Sang bapak menoleh ke arahku, beliau ikut tertawa melihat ku, "hehehe.. iya ya pak..maaf sangat pak, aku lupa memperkenalkan nama ku, panggil saja aku Buana pak", ujarku. "Oh.. nak Buana toh? kalau nama bapak Warto, dan itu Witri cucu bapak, ujar pak Warto sambil menunjuk ke arah Witri.


Friday, February 25, 2011

Oase Kalbu (bagian -1)

21 Rabiulawal 1432 H
Jum'at, 25 Februari 2011

Malam ini, adalah malam puncak rasa muak ku akan apa yang papa dan mama lakukan. walau adik perempuan ku satu-satunya merengek agar aku tidak meninggalkan rumah, entah ada dorongan setan dari mana yang membuatku tetap mengeluarkan mobilku menuju ke arah antah berantah.

Mobil ini berputar-putar kota, sampai akhirnya tak terasa dengan kecepatan yang sudah bagaikan terbang, arah mobil ini ternyata menuju ke pinggiran kota. semakin jauh aku semakin memasuki daerah yang tidak aku kenali sama sekali, jalanan juga telah berganti, dari yang tadinya merupakan jalan beraspal nan licin kini menjadi jalanan menanjak dan berbatu. Berkali-kali sang roda tergelincir, tapi ternyata tak menjadi halanganku untuk meneruskan perjalanan. tapi, entah kemana aku meletakkan mataku ini, ketika aku baru sadar kalau sang roda sebelah kiri telah masuk ke lubang yang cukup dalam. Berkali-kali ku injak gas, tapi tak sedikitpun sang roda berkutik dari lubang licin bertanah merah.