Tak ada satu pun bintang yang berkedip malam itu kala ia bertanya kenapa aku sudah jarang sekali menulis cerpen. Ia bilang blog ku sudah seperti buku harian tentang pekerjaan ku, bercerita tentang fakta itu bagus, tapi mengasah imajinasi dan otak kanan itu penting! ujarnya sembari meneguk teh yang sudah mendingin oleh tiupan sang angin malam.
"Aku kehilangan mood!", jawab ku singkat dan sekena nya saja, selayak mengukir jejak di padang pasir dan berharap akan segera tersapu oleh angin.
"Dan aku rindu cerpen-cerpen mu!", ujar nya pelan menelisik mesra di telinga.
Lama sekali aku terdiam dan berpikir, tersirat tanya dari ungkapan yang ia bisikkan, "cerpen ku biasa saja, tak ada istimewa nya, cerita nya datar, dan gaya bahasanya tak sedikit pun mendekati seperti tulisan dari para pengarang cerpen, jadi apa yang kamu rindu kan?", tanya ku tanpa berbasa-basi.
"Aku rindu tentang suatu rasa yang tak biasa dan tersampaikan di dalam nya", ujarnya sambil tersenyum.
Aku tertawa, ia pun kemudian ikut tertawa, entah sama atau tidak yang kami tertawa kan, yang pasti malam itu menjadi renyah, serenyah biskuit di dalam toples.
8 comments:
Senangnya bila ada yang mengapresiasi karya kita seperti itu... :D
apapun tentang hujan cerpen, puisi atau hanya sekedar foto aku suka
kata orang suara tertawaku renyah. ditunggu cerpennya
bahasanya ey :D
semoga suasananya slalu sperti itu aamin :D
mampir mbak sikonyols.blogspot.com
Hohohoho.. Kalo aku, suami malah sering bertanya-tanya, cerpenku itu sekadar fiksi atau faksi (fakta yang difiksikan). Wah.. Sekarang aku jadi bingung kalau mau nulis cerpen... :P
salam kenal (* lagi baca tulisan kamu yang bagus)
artikel diblog ini keren2 gan
terimakasih atas informasinya sangat bermanfaat
Post a Comment