“Sudah berapa lama program kita berjalan di
kelurahan ini?”, tanya ku pada suatu kesempatan di pertemuan LKM salah satu
wilayah dampingan dengan suasana hujan mengiring deras. “Sudah lima tahun lebih!”, ujar salah satu
peserta pertemuan. “Dan, pada lima tahun itu, apa yang terjadi dengan ada nya
PNPM Mandiri Perkotaan di sini?”, tanya ku berlanjut.
Suasana menjadi hening, tak ada
lagi peserta pertemuan yang berbicara, semua sepertinya berpikir tentang
pertanyaan ku. Mencari suatu jawaban yang paling tepat untuk diutarakan. “Kami
merasa sangat terbantu sekali, terbantu karena jalan yang tidak becek lagi,
terbantu karena adanya jembatan di kebun sehingga akses untuk mengangkut hasil
kebun menjadi lebih mudah, terbantu karena bertambahnya keterampilan dari
kegiatan pelatihan-pelatihan, dan semua nya yang sulit untuk di sebutkan satu
persatu”, jawab salah satu peserta yang kemudian disusul anggukkan kepala
peserta lainnya. “Terbantu?” Aku mengernyitkan
dahi, “Siapa yang membantu siapa yang terbantu?”, tanya ku kembali, dan
keheningan kembali menyelimuti rakord LKM ini.
Aku menarik nafas panjang, merasa
senang ketika para anggota LKM sudah tidak ada yang canggung lagi diajak
berdiskusi, tapi juga merasa sedih dan takut apabila PNPM malah menjadi
bumerang yang menyebabkan suatu ketergantungan baru di masyarakat. Kata
terbantu yang diucapkan, menjadi suatu tanda tanya dan membentuk sebongkah
kekhawatiran untuk ku.
Pandangan ku pun menyapu satu
persatu wajah mutiara-mutiara di kelurahan ini,
mutiara-mutiara yang semakin menampakkan keindahan kemilau nya.
“Kami yang terbantu karena ada
nya PNPM”, salah satu peserta kembali
menjawab. “Baik, kalau begitu siapa itu PNPM?”,
tanya ku lagi.
“Nah kan, tak usahlah dijawab
pertanyaan ami tuh, pasti jadi pertanyaan baru!”, ujar salah satu peserta yang
duduk di pojok ruangan. “Kalau tidak
dijawab, bisa jadi PR kita?”, ujar peserta yang memberi jawaban. “Aah tenang
saja, pasti Ami itu selalu lupa kalau
pernah kasih PR!”, ujar yang lain dan semua yang ada di ruang pun tertawa
terbahak-bahak.
“Siapa itu PNPM yang membantu?
Korkot , Faskel , atau LKM?”, tanya ku kemudian setelah suara tawa reda.
Suasana kembali hening, sehening ketika ada di arena pertandingan catur.
“Semua, semua harus membantu,
juga masyarakat!”, jawab salah satu peserta. “kalau begitu, kembali ke
pertanyaan awal, siapa membantu siapa? ”, tanya ku lagi sambil tersenyum. “Semua membantu semua”, jawab peserta yang
duduk di pojok.
“Betul! Karena memang semua nya
lah yang bisa membantu diri mereka sendiri, membangun jalan kalau tidak ada
masyarakat yang berpartisipatif akan kah bisa terbangun dengan baik? Pasti jawabannya
tidak kan? Karena itu masyarakat itu sendiri yang bisa membantu diri nya
sendiri, PNPM hanya program, yang pastinya akan ada waktu akhir, dan semoga yang termasuk “semua” tadi di sini
tidak akan ada waktu akhir dan terus ada selama nya. Menarik benang merah
memang tak semudah membalikkan telapak tangan, tapi kita harus yakin bisa”,
ujar ku mengakhiri bersama berakhirnya hujan yang turun di bumi.
“ Sesungguhnya Allah tidak akan
merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubah apa-apa yang
ada pada diri mereka ” (QS. 13 : 11)
---------
hanya sebuah tulisan yang niat awal nya mau buat Best Practice malah jadi cerita beraroma cerpen,,hedewww..... (tepok jidat!)
9 comments:
MAsyarakat saat ini memang udah kreatif dan penuh tanya ya mbak
semua pekerjaan punya tantangan yang berbeda ya
like it
setiap pekerjaan ada tantangan !!
keep spirit !!
semua tindakan (pekerjaan) pasti akan berbeda, tinggal masing-masing yang menyikapinya.
sikonyols.blogspot.com
PNPM hanyalah salah satu sarana untuk menggerakan dan memotivasi masyarakat agar mau berpikir dan bersikap serta bertindak bersama dalam membangun dan membenahi lingkungan tempat tinggal mereka....salam :)
setuju, pihak lain hy memberi jalan tapi sebetulnya yg bs merubah hy diri kita sendiri :)
menariik artikelnya :D salam kenal yaaaa
terimakasih atas informasinya sangat bermanfaat
tetap semangat.
Post a Comment