Sembari mendengarkan suara serak-serak basah dari Fatin dengan lagu tunggal di window media player si lepi yang berjudul Cahaya di langit itu, di awal pagi ini aku kembali mencoba menarikan jemari di atas keybord dengan maksud melepas rindu pada kebiasaanku dahulu yang bisa menulis dengan sebebas-bebasnya.
Rindu ini begitu besar sehingga hujan pun kembali menetes membasahi bumi, membentuk lekungan fatamorgana dan dilema di dalam hati. meratapi rasa yang menghilang, walau sebetulnya aku tahu dimana seharusnya aku bisa menemukannya.
Awal pagi ini, aku ingin sekali membebaskan jemari untuk menari sesuai alunan irama hati, bukan seperti yang terjadi hampir empat bulan ini, ketika langit yang begitu biru tiba-tiba harus berubah menjadi kelabu.
Aku sungguh tidak menyesal, malah aku begitu bersyukur Allah memberikanku kesempatan untuk merasakan sesuatu yang belum tentu semua orang bisa merasakan dan mengalaminya. Ketika aku harus menjaga hati seperti dulu aku mengharapkan sebagaimana hati ini ingin dijaga.
Di sini aku mendapat pelajaran baru, ketika harus lebih banyak mendengar dari pada berkata, ketika aku harus menulikan telinga agar hati ini terjaga, atau aku harus memainkan peran yang sama sekali tak ada yang peduli karena masih mengingat pemeran terdahulu yang lebih fenomenal.
Hujan kembali turun, membasahi hati dengan harapan masih bisa memberikan kehidupan walau hanya untuk serumpun ilalang.
1 comment:
Cerita di awal paginya Ante Ami beneran bikin adem, apalagi mbacanya sambil ndengerin radi . :)
Post a Comment