Setiap bulan rutinitas
saya sekarang adalah membaca satu per satu tulisan yang dikirimkan oleh
teman-teman askot dari tujuh kota/kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera
Selatan. Tulisan-tulisan tersebut sekarang mewarnai hidup saya, ketika saya
semakin akrab dengan gaya-gaya penulisan dari teman-teman fasilitator. Ada yang
menulis dengan gaya serius, seorang lagi menulis dengan malu-malu, beberapa
menulis seperti orang sedang tersesat karena kehilangan arah, yang seorang lagi
menulis seperti berada dalam komedi putar, dan gaya-gaya lainnya yang bila aku
antologikan bisa menghabiskan lebih dari ratusan paragraf. Tapi sungguh, saya
mengacungkan jempol kepada usaha teman-teman fasilitator dalam menulis, walau
kadangkala unsur keterpaksaan terlihat jelas dari beberapa tulisan yang disajikan.
Membayangkan bagaimana
beberapa suasana hati teman-teman yang menulis tanpa meneguk rasa nikmat
menulis, membuat ku tersenyum miris. Berbekal alasan sekedar menggugurkan
tanggung jawab karena menulis Best Practice merupakan salah satu kewajiban dan
masuk sebagai salah satu laporan bulanan menjadikan tulisan-tulisan tersebut
kehilangan ruhnya.
Saya tidak terlalu
berharap ketika akan menemukan tulisan best practice diantara berpuluh-puluh
tulisan yang masuk, karena ketika seseorang menulis masih tidak dilandasi hati,
maka menjadi suatu yang mustahil sebuah “Best Practice” akan muncul.
Mari kita merenung
sebentar, bila diibaratkan tulisan adalah dua orang yang sedang berbincang,
tulisan adalah ucapan/perkataan dari seseorang yang bercerita, dan pembaca
adalah orang yang diajak berbincang. Apakah asik berbincang dengan seseorang
yang berbicara dengan terpaksa, memasang muka bertekuk lima, dengan sesekali
mengeluh? Dapat dipastikan jawabannya adalah tidak asik!
Seperti itu juga yang
terjadi dengan beberapa tulisan-tulisan
yang mampir via email setiap bulannya, terkadang aku harus mengeryitkan dahi
untuk mengerti apa topik cerita yang disajikan karena kalimat demi kalimat yang
disajikan tidak membuat “enjoy” saat dibaca.
Melihat fenomena yang terus mengulang disetiap
bulannya, saya pun berinisiatif mencoba memberi arah kepada teman-teman yang
tersesat dengan menentukan tema tulisan yang bergilir disetiap bulannya. Bravo!
Ternyata hal ini cukup efektif, sekarang tulisan teman-teman sudah lebih
terarah dan fokus pada satu permasalahan, walau permasalahan “tidak enjoy”
terkadang masih terlihat.
Berdasarkan hasil uji
petik yang dilakukan di beberapa kota/kabupaten ternyata permasalahan menulis
yang juga menjadi permasalahan nasional ini bersumber dari mis-pengertian tentang
makna “Best Practice”. Best Practice yang terdokrin di teman-teman fasilitator.
Mereka berpengertian adalah “Cerita Terbaik”, yang artinya cerita tersebut
harus bersumber dari kelurahan/desa yang “baik” dari keorganisasian dan
kegiatan yang dilakukan. Celakanya bagi teman-teman fasilitator yang kebagian
mendampingi kelurahan/desa yang dalam tanda kutip “amburadul” dari
keorganisasian dan kegiatan, dan teman-teman inilah yang akhirnya mesti
menekukkan muka dan mengernyitkan dahi saat menulis tulisan yang bernama “Best
Practice”.
Tanpa disadari, “Best
Practice” yang sesungguhnya juga lebih dekat kepada teman-teman yang
mendampingi kelurahan/desa yang disebut “amburadul”. Karena, ketika teman-teman
melakukan sesuatu perbaikkan dari si “amburadul”, otomatis hal tersebut
merupakan bahan yang bisa diolah menjadi menu lezat “Best Practice”. Hanya
dengan menjawab rumus 5W+1H sebuah tulisan best practice pun akan tercipta.
Memang kita harus
berpikir “out of the box”, tapi jangan sampai kita berpikir terlalu jauh
sehingga hal yang didekat pun terabaikan. Memikirkan tema yang begitu begitu
bagus, hingga akhirnya malah tak jadi menulis. Menulislah dengan hati, menulis
dengan berlaku seperti kita berbicara kepada seseorang, dengan memperhatikan
siapa yang kita akan ajak bicara akan membawa gaya tulisan kita, seperti saat
kita berbicara dengan orang tua, maka tulisan kita akan bergaya resmi, dan
berbicara dengan teman sebaya maka tulisan kita akan lebih lebih santai.
Saya bukan lah seorang
pujangga yang pandai merangkai kata, saya juga pastinya sangat tidak pantas
bila harus disebut sebagai seorang penulis, tapi saya suka menulis, dengan
membuat tulisan ini, saya hanya ingin teman-teman pun bisa merasakan nikmat
saat menulis, karena menulis itu sangat menyenangkan.
1 comment:
menulis memang menyenangkan. menuangkan isi pikiran :D
Post a Comment