Beberapa hari yang lalu melalui broadcast di BBM, aku
mendapat sebuah pertanyaan untuk sosialisasi sebagai berikut:
- Kapasitas apa yang dibutuhkan oleh tim korkot dan tim fasilitator untuk sosialisasi?
- Media apa yang cocok digunakan untuk sosialisasi kepada masyarakat
- Agen sosialisasi yang paling strategis dan potential di PEMDA dan masyarakat siapa?
Memang
terlihat simpel karena hanya terdiri dari tiga pertanyaan, tetapi tiga
pertanyaan ini juga merupakan pertanyaan-pertanyaan yang selalu silih berganti
bermain di alam pikirku.
Selaku
TA Sosialisasi yang mempelajari dunia
sosialisasi secara otodidak dan untungnya memiliki para Senior baik hati berada di OC-02 Provinsi Sumatera Selatan dan
KMP, menjadi tantangan tersendiri bagiku untuk melakukan tugas sesuai dengan
MSAP yang telah ditetapkan.
Sebagaimana
diketahui, pengertian sosialisasi adalah proses pembelajaran seseorang untuk
mempelajari pola hidup sesuai nilai, norma dan kebiasaan. Dalam lingkup tugas
kita artinya proses seseorang/masyarakat mempelajari program. Pengertian ini menggaris besarkan kata “proses”, hal ini berarti sosialisasi
memang membutuhkan sebuah proses, dan proses ini adalah hal paling penting
dalam menentukan keberhasilan program
dalam mencapai tujuannya.
Sebelum
bicara proses, permasalahan kapasitas pelaku khususnya tim Korkot dan Tim
Fasilitator untuk melakukan sosialisasi
menjadi hal pertama yang harus disorot, betapa lucunya bila prajurit
pergi berperang tanpa membawa senjata apapun. Sang prajurit akan berperang
dengan irama masing-masing, ada yang berlari cepat karena berhadapan dengan
musuh yang mudah ditaklukkan, tapi juga ada yang terseok-seok bercucuran air
mata karena bernasib jelek harus berhadapan dengan musuh yang mempunyai ilmu
cukup mumpuni. Halaah, kenapa alur cerita nya kayak film perang ya,,,hehehe .
Tapi
ini adalah kenyataan yang dihadapi program, seperti sebuah pengakuan dosa
(khususnya pengakuanku selaku TA Sosialisasi otodidak) banyak sekali tim korkot dan tim fasilitator
yang melakukan proses sosialisasi dengan kapasitas yang sangat minimalis.
Seperti perputaran jarum jam, semua melakukan kegiatan sosialisasi yang hampir
sama setiap tahunnya, berulang-ulang dalam waktu yang menahun. Akibatnya, Substansi
kegiatan sosialisasi yang dilakukan terbang seperti angin lalu, rasa jenuh pun merajalela tak hanya dikalangan tim korkot
dan tim fasilitator, tetapi ditingkatan masyarakat dan PEMDA pun demikian. Dan yang lebih parahnya, seperti sebuah perangkap
membentuk “lingkaran setan rasa jenuh”
pun berevolusi menjadi sebuah monster yang paling berbahaya, yaitu bekerja/melakukan
kegiatan dengan prinsip ABS ( Asal Bapak Senang).
Teringat
di era program tahun 2006-an, ketika sosialisasi yang sering mengibaratkan
istilah “sebuah gelas penuh”, sebagian besar pelaku program pun sekarang dalam
kondisi yang sama (tak menutupi untuk dijajaran Tenaga Ahli). Proses belajar
dan pembelajaran pun ditepiskan, yang dikejar adalah progres dan progres.
Kiblat keberhasilan sekarang adalah penyelesaian setiap progres, dan alhasil
kuantitas pun terpenuhi tetapi kualitas menjadi sebuah pertanyaan.
Gelasnya
sudah penuh, tapi program juga tak mungkin melakukan “reinstall” mengingat
betapa besar asset program telah dimiliki (dalam tanda kutip “begitu banyak
uang yang telah dihabiskan untuk membiayai asset program) yang walaupun asset tersebut sekarang sedikit banyak
telah bercampur dengan “virus” yang cukup membuat lelah.
Dan
kapasitas apa yang dibutuhkan oleh tim (korkot dan fasilitator) untuk
bersosialisasi?
Teringat
materi pelatihan dasar yang diberikan oleh Alm. Ishak Nur (Mantan TA Pelatihan
Provinsi Bengkulu). Dalam materi Kualitas Manusia Sejati, pada
diagram dikatakan bahwa manusia terbagi menjadi empat, yaitu:
- Manusia yang mempunyai sifat-sifat baik, dan kapasitas tinggi akan menggunakan seluruh kemampuannya untuk kepentingan sesama. Manusia ini yang paling bermanfaat bagi sesama.
- Manusia yang mempunyai sifat-sifat baik, dan mempunyai kapasitas rendah, kebaikkannya hanya akan berguna bagi dirinya. Kalaupun bermanfaat bagi lingkungan tidak akan terlalu besar,
- Manusia yang mempunyai kapasitas tinggi, akan tetapi berprilaku buruk, akan menjadi licik dan merusak bagi lingkungan. Manusia seperti ini sangat berbahaya;
- Manusia yang empunyai sifat-sifat buruk dan kapasitas rendah, tidak akan berguna bagi lingkungannya bahkan mungkin untuk dirinya.
Dari diagram diatas mari dipetakan
terlebih dahulu, saat ini tim (Korkot
dan Fasilitator) berada diposisi mana? Bila di posisi 1 (satu) artinya Selamat,
dan yakin semua akan berjalan lancar jaya. Namun, bila tim berada diposisi 2
(dua), artinya tim ini masih membutuhkan penguatan kapasitas untuk
mengembangkan diri agar bisa lebih bermanfaat besar bagi masyarakat. Lalu
bagaimana bila Tim berada di posisi 3 (tiga)? Hiks, ini loh yang ngeri-ngeri
sedap, karena sebuah “dilema gelas penuh” akan terjadi. Kalau posisi 4 (empat) tak perlu
kita bahas dan semoga tim kita tak ada diposisi ini, aamiin. :D
Baik, mengingat para TA sosialisasi lain sudah pada buat PR dan saya masih “refreshing” menikmati tarian jemari diatas keyboard si lepi sembari mendengarkan lagu-lagunya Yopie and Nuno, kita focus ke pertanyaan pertama. Untuk tim yang berada diposisi 2 (dua) kapasitas yang dibutuhkan untuk melakukan sosialisasi yang pertama dan utama adalah “motivasi melakukan sosialisasi”. Kita sadari bersama, di program tak banyak yang mempunyai kemampuan untuk memberikan motivasi, padahal “Mau” adalah kunci pertama untuk melakukan sosialisasi.
(bersambung)
Baik, mengingat para TA sosialisasi lain sudah pada buat PR dan saya masih “refreshing” menikmati tarian jemari diatas keyboard si lepi sembari mendengarkan lagu-lagunya Yopie and Nuno, kita focus ke pertanyaan pertama. Untuk tim yang berada diposisi 2 (dua) kapasitas yang dibutuhkan untuk melakukan sosialisasi yang pertama dan utama adalah “motivasi melakukan sosialisasi”. Kita sadari bersama, di program tak banyak yang mempunyai kemampuan untuk memberikan motivasi, padahal “Mau” adalah kunci pertama untuk melakukan sosialisasi.
(bersambung)
No comments:
Post a Comment