"Hoeei!!! ngapain kamu disini!", teriakkan suara cempreng yang sangat akrab ditelinga, menghamburkan lamunanku. "Tak ada, aku hanya menunggu kiriman email dari teman-teman yang sampai sekarang tak kunjung datang", jawabku pelan sembari memandang ke arah yang berbeda untuk menyembunyikan mata yang masih saja tak berhenti mengalirkan air mata."Soal kerjaan lagi! kamu masih tak lelah kerja disitu?", tanyanya sambil menghela nafas berat dan kemudian duduk disampingku.
Aku tak mampu menjawab pertanyaan atau memalingkan wajah memandang kepadanya. Aku tertunduk diam dalam belaian sang bayu yang bertiup mesra seusai merayakan pesta dengan alunan rinai hujan.
"Aku mengerti sekaligus tak mengerti denganmu, aku yang tak mengalami langsung saja merasa lelah dengan kondisimu. Kalau yang lelah fisik enak, dengan tidur bisa hilang semua. Tapi kalau yang lelah hati? kamu masih mau bertahan?" ujarnya meraih kedua tanganku seakan memaksa untuk duduk menghadapnya.
Dengan mata yang berkaca-kaca, akhirnya aku memberanikan diri membalas pandangannya. "Aku punya alasan, dan kamu sudah tahu kan alasanku? Aku tak menyanggah kalau aku lelah, malah sangat lelah! Tapi setiap aku ingin menyerah, saat itu juga aku teringat akan mutiara-mutiara yang mulai berkilau itu. Aku tak rela kalau mutiara-mutiara itu kembali tenggelam dalam lumpur yang kelam hanya karena alasanku yang merasa lelah", jawabku dan kami kembali terdiam dibelai hembusan sang bayu.
1 comment:
Memang susah ninggalin mutiara yang sudah berkilau indah, apalagi membiarkannya kembali ke lumpur kemudian hilang
Post a Comment