"Hust...... kalau ngomong ngasal!", potongnya secepat kilat saat aku berkata aku pingin mati muda kayak Soe Hok Gie. "Kok ngasal sih, bukannya malah enak, kalau mati muda pertama dosa nya tidak sampai sebanyak orang yang mati tua, terus yang kedua matinya bakal ditangisi oleh orang-orang yang mencintai kita bukan sebaliknya," ujar ku kembali berargument yang membuatnya semakin jengah. Sekali ini matanya melotot, tak berkata tapi seakan menyampaikan pesan untuk ku tak melanjutkan bahasan ini.
"Iyalah, mau nya malam ini kita bahas apaan?" tantang ku sembari membuka kedua telapak tangan bergaya seperti anak TK yang diminta pentas di TVRI. "Aku tak ingin bahas apa-apa, aku cuma merindu dengan cerita mengebu-gebu mu tentang masyarakat dampingan mu, kesedihanmu dipekerjaan, semangatmu untuk bangkit dan sebagainya", ujarnya tenang tanpa ada riak yang tergambar dipelupuk mata.
"Makanya, selama ini kemana saja? sudah banyak ketinggalan ceritaku kan? tapi sayangnya hari ini aku tak berminat sama sekali bercerita tentang keindahan dunia pemberdayaan masyarakat, karena aku merasa sedikit ketidak adilan itu terjadi", jawabku ku sembari terngiang-ngiang diingatan perkataan sahabat yang mengatakan berkorban untuk sesuatu yang tidak berkorban untuk kebaikkan kita itu sesuatu bingit rasanya.
"Lalu kamu menyesal?" dia kembali mengejar dengan pertanyaan. "Sama sekali tidak, aku mengerti Allah akan memberi apa yang aku butuhkan bukan yang aku inginkan", jawabku santai sembari memandang langit dengan bintang yang semakin sedikit memberi senyum.
No comments:
Post a Comment