Tepat bulan Juli, artinya tepat juga aku memasuki bulan kedelapan bertugas di negeri Serumpun Sebalai Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Menjadi Communication Specialist Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) ternyata tak semudah membalikkan telapak tangan, semua harus dimulai dari nol membiasakan para pelaku untuk mensosialisasikan program.
"Kok dari nol? Bukannya program ini sudah bertahun?"
Iya, memang program ini sudah bertahun tapi bila kebiasaan tak diubah ya hasilnya sama saja. Dan pastinya semua harus berdasarkan niat tulus dari para pelaku untuk melakukan sosialisasi.
Sosialisasi bukan artinya 'jumawa' tapi sosialisasi adalah bentuk kepedulian kita dengan sesama. Ada banyak pengertian sosialisasi dari para ahli yang dapat kita temui, diantaranya:
- Soejono Dirdjosisworo mengungkapkan Sosialisasi mengandung tiga arti yaitu merupakan proses belajar, kebiasaan, dan sifat serta kecakapan.
- Charlotte Buhler, mengatakan sosialisasi adalah suatu proses yang membantu masyarakat untuk belajar serta juga untuk dapat menyesuaikan diri tentang tata cara hidup serta juga bagaimana cara berpikir kelompoknya, supaya dia dapat berperan serta juga berfungsi dalam kelompok tersebut.
- Peter L Berger, juga mengumpamakan bahwa sosialisasi merupakan suatu proses seorang anak itu belajar menjadi anggota yang ikut berkontribusi dalam masyarakat.
- Gibson, turut berpendapat bahwa sosialisasi merupakan aktifitas atau kegiatan dari organisasi untuk mewujudkan serta juga mengintegrasikan tujuan organisasi atau juga individu.
Dan masih banyak lagi para ahli mengartikan tentang sosialisasi, langsung saja capcus 'search ke Mbah Google' pasti ada banyak.
"Kenapa harus mensosialisasikan program?"
Sebetulnya pertanyaan ini sudah terjawab oleh pendapat dari beberapa Ahli Sosialisasi diatas, tapi bolehlah kita sedikit jabarkan dengan pendekatan program Kotaku.
Seperti yang kita ketahui, Program Kotaku bukan lah program 'kaleng-kaleng' karena program ini tersebar di 34 Provinsi. Artinya melakukan sosialisasi juga harus maksimal agar tujuan serta target program pun tercapai.
Tapi sering sekali kita jumpai, kegiatan sosialisasi masih dianggap sebelah mata malah dianggap merepotkan. Anggapan 'sebagai bukan target utama program dan kegiatan yang tak terlalu penting' menjadikan sosialisasi Kotaku semakin terpuruk dan menjadi urutan kesekian.
Padahal mari kita cermati beberapa kelurahan/desa yang berhasil mengimplemetasikan program. Ternyata mereka adalah kelurahan/desa yang tidak pernah menganggap remeh dan mengesampingkan kegiatan sosialisasi. Karena memang semestinya sosialisasi selalu menjiwai dari setiap proses kegiatan.
Pernah mendengar istilah 'Monumen Cipta Karya'?Yup betul, istilah ini sering dipakai untuk menggambarkan sebuah infrastruktur MCK (mandi, cuci, kakus) terbangun yang terlantar dan tidak berfungsi sebagaimana seharusnya. Tahukan penyebabnya? Tak bisa dipungkiri lagi karena kurangnya jiwa sosialisasi.
"Kapan waktu yang tepat untuk sosialisasi?"
Mari bersama-sama kita buka kembali POS (Prosedur Operasional Program), sosialisasi tak hanya melekat di awal kegiatan, tapi secara detail sosialisasi ada disetiap tahapan. Ibarat sebuah rumah, sosialisasi adalah kunci untuk masuk. Tak ada guna ruang tamu yang bagus dan kamar tidur nyaman tertata rapi kalau kunci rumah untuk masuk tidak tahu dimana rimbanya.
Demikianpun dalam program Kotaku yang menjunjung nilai-nilai luhur kemanusiaan, setiap tahapan mesti diawali, dibarengi dan diakhiri dengan sosialisasi. Karena dengan inilah proses penyadaran kritis dimasyarat terjadi.
Tak harus dengan kegiatan formal, duduk di warung sambil penyeruput kopi hangat pun proses sosialisasi ini bisa dilakukan untuk mejelaskan tujuan dari tahapan kegiatan. Atau duduk dibawah pohon dengan menggunakan media tanah sebagai tempat menulis dalam menyampaikan atau mereview disain infrastruktur yang sedang terbangun agar bermanfaat sesuai tujuan dan peruntukkannya pastinya menambah keakraban tersendiri.
"Siapa yang melakukan sosialisasi?"
Jujur inilah kekeliruan yang sering terjadi di program Kotaku. Anggapan sosialisasi adalah tugas bagi pelaku berposisi inisial sosial saja menjadikan program ini jauh panggang dari api.
Betapa merananya si pelaku berinisial sosial ketika harus dihadapi beban tugas luar biasa sendirian. Betapa hancur perasaannya ketika kemudian pun disalahkan saat infrastruktur terbangun yang dianggap hanya seonggok monumen cipta karya.
Hello..
Anda sehat?
Mari kita hitung prosentase jumlah pelaku berinisial sosial yang ada, ternyata jumlahnya sedikit sekali, bahkan ada juga tim yang tidak mempunyai pelaku berinsial sosial ini.
Inilah salah satu kekeliruan yang harus diluruskan bersama, bahwa semua pelaku program haruslah wajib bisa, mau dan percaya diri melakukan sosialisasi disetiap moment dan kesempatan.
Agar proses sosialisasi ini menjadi tidak sulit, maka berusahalah untuk menemukan tokoh kunci yang mumpuni untuk menyiarkan sosialisasi program selain identifikasi media dan saluran komunikasi.
Hal yang utama mulailah dari diri sendiri, karena sosialisasi bukan artinya jumawa, tapi inilah proses untuk mencapai tujuan program. Hal sederhana yang bisa dilakukan salah satumya tidak usah malu dan ragu menunjukkan aktifitas kegiatan di media sosial. Bisa kita bayangkan bila semua pelaku program Kotaku melakukan hal ini, betapa luar biasa efek sosialisasi yang didapat. Inshaallah..
**
Pangkalpinang, 5 Juli 2020
Saat terjaga di awal pagi, dan tak bisa tidur menjelang shubuh.
Seperti yang kita ketahui, Program Kotaku bukan lah program 'kaleng-kaleng' karena program ini tersebar di 34 Provinsi. Artinya melakukan sosialisasi juga harus maksimal agar tujuan serta target program pun tercapai.
Tapi sering sekali kita jumpai, kegiatan sosialisasi masih dianggap sebelah mata malah dianggap merepotkan. Anggapan 'sebagai bukan target utama program dan kegiatan yang tak terlalu penting' menjadikan sosialisasi Kotaku semakin terpuruk dan menjadi urutan kesekian.
Padahal mari kita cermati beberapa kelurahan/desa yang berhasil mengimplemetasikan program. Ternyata mereka adalah kelurahan/desa yang tidak pernah menganggap remeh dan mengesampingkan kegiatan sosialisasi. Karena memang semestinya sosialisasi selalu menjiwai dari setiap proses kegiatan.
Pernah mendengar istilah 'Monumen Cipta Karya'?Yup betul, istilah ini sering dipakai untuk menggambarkan sebuah infrastruktur MCK (mandi, cuci, kakus) terbangun yang terlantar dan tidak berfungsi sebagaimana seharusnya. Tahukan penyebabnya? Tak bisa dipungkiri lagi karena kurangnya jiwa sosialisasi.
"Kapan waktu yang tepat untuk sosialisasi?"
Mari bersama-sama kita buka kembali POS (Prosedur Operasional Program), sosialisasi tak hanya melekat di awal kegiatan, tapi secara detail sosialisasi ada disetiap tahapan. Ibarat sebuah rumah, sosialisasi adalah kunci untuk masuk. Tak ada guna ruang tamu yang bagus dan kamar tidur nyaman tertata rapi kalau kunci rumah untuk masuk tidak tahu dimana rimbanya.
Demikianpun dalam program Kotaku yang menjunjung nilai-nilai luhur kemanusiaan, setiap tahapan mesti diawali, dibarengi dan diakhiri dengan sosialisasi. Karena dengan inilah proses penyadaran kritis dimasyarat terjadi.
Tak harus dengan kegiatan formal, duduk di warung sambil penyeruput kopi hangat pun proses sosialisasi ini bisa dilakukan untuk mejelaskan tujuan dari tahapan kegiatan. Atau duduk dibawah pohon dengan menggunakan media tanah sebagai tempat menulis dalam menyampaikan atau mereview disain infrastruktur yang sedang terbangun agar bermanfaat sesuai tujuan dan peruntukkannya pastinya menambah keakraban tersendiri.
"Siapa yang melakukan sosialisasi?"
Jujur inilah kekeliruan yang sering terjadi di program Kotaku. Anggapan sosialisasi adalah tugas bagi pelaku berposisi inisial sosial saja menjadikan program ini jauh panggang dari api.
Betapa merananya si pelaku berinisial sosial ketika harus dihadapi beban tugas luar biasa sendirian. Betapa hancur perasaannya ketika kemudian pun disalahkan saat infrastruktur terbangun yang dianggap hanya seonggok monumen cipta karya.
Hello..
Anda sehat?
Mari kita hitung prosentase jumlah pelaku berinisial sosial yang ada, ternyata jumlahnya sedikit sekali, bahkan ada juga tim yang tidak mempunyai pelaku berinsial sosial ini.
Inilah salah satu kekeliruan yang harus diluruskan bersama, bahwa semua pelaku program haruslah wajib bisa, mau dan percaya diri melakukan sosialisasi disetiap moment dan kesempatan.
Agar proses sosialisasi ini menjadi tidak sulit, maka berusahalah untuk menemukan tokoh kunci yang mumpuni untuk menyiarkan sosialisasi program selain identifikasi media dan saluran komunikasi.
Hal yang utama mulailah dari diri sendiri, karena sosialisasi bukan artinya jumawa, tapi inilah proses untuk mencapai tujuan program. Hal sederhana yang bisa dilakukan salah satumya tidak usah malu dan ragu menunjukkan aktifitas kegiatan di media sosial. Bisa kita bayangkan bila semua pelaku program Kotaku melakukan hal ini, betapa luar biasa efek sosialisasi yang didapat. Inshaallah..
**
Pangkalpinang, 5 Juli 2020
Saat terjaga di awal pagi, dan tak bisa tidur menjelang shubuh.
3 comments:
Weitsss... Mantabbb, Kakaaak! Semangat nulis lagi. Sering-sering sharing, ya. ����
Wuihhhh udah jadi "Communication Specialist" skrg....
Kerennnnn......
Berarti bulan ini genap setahun dong non?
Jangan sering2 begadang non, tubuh butuh istirahat hehe...
Btw, ngomong2 soal sosialisasi
Aku setuju sama kata2 yg terakhir,
Hari gini mungkin jauh lebih efektif utk ngasih sosialisasi via social media
Nggak usah jauh2, via status wa aja
Toh warga jg pasti bakalan nyimpen nomermu
Nggak mungkin lah nggak dibaca
Biarpun sekilas pasti mereka buka hehe...
Sukses terus ya buat kamu :)
nice info sobatt
Post a Comment